Zee berjalan beriringan bersama Fiony, hari ini mereka memutuskan untuk mampir ke kedai es krim karena janji Fiony yang ingin mentraktir Zee. Fiony menghadiahi itu karena Zee sudah berbaik hati meminjam bukunya berapa hari lalu.
"Untung kamu gak bawa mobil ya Ce, jadi aku gak perlu repot mikirin gimana sama mobil kamu." Zee terkekeh seraya memasang helm di kepalanya.
"Ce?"
"Ce Fio, Bunda kamu sering panggil gitu kan. Kenapa, kamu gak suka aku panggil begitu?"
"Aneh aja kalau kamu yang panggil begitu, apa mungkin baru pertama kalinya?" Fiony tersenyum menerima helm dari Zee, tak lama helm itu sudah terpasang di kepalanya.
"Nanti juga terbiasa, Ce Fio. Atau mau di upgrade lagi? Aku manggil kamu Sayang."
"Hahaha, basi banget gombalan, pasti ini ketularan Aran nih, buaya." Fiony mencibir dengan sedikit kekehan, sampai tak lama kekehannya tertahan menatap mobil yang ia kenali masih ada di parkiran sekolah. Aran sekolah namun Fiony tidak melihat keberadaanya.
"Yaudah sih, mana bisa aku mikirin gombalan terbaru, yang ada kamu yang penuhi pikiran aku." Zee menyalakan motornya begitu Fiony naik keatas, tawanya sedikit terdengar karena Fiony menjadikan punggungnya samsak dadakan. Fiony biasa menjadi menggemakan dan menyeramkan dalam satu waktu.
"Ar-Aran."
Chika bergumam dengan tubuh sedikit bergetar, matanya tak lepas menatap Aran yang entah sejak kapan berdiri disana. Chika mendorong paksa tubuh Gito agar pelukan mereka terlepas. Dadanya terasa nyeri saat Aran menatapnya dengan senyuman tipis, namun di mata itu Chika melihat ada genangan yang siap meluncurkan air mata. Apa Aran mendengar semuanya?
Aran berjalan mendekat setelah memastikan hatinya kuat, tas yang semula ia jinjing di jatuhkan begitu saja. Aran menatap Chika dan Gito secara bergantian, Aran bahkan melihat tatapan Gito yang menciring tak suka. "Maaf, aku gak maksud ganggu, aku udah disini sejak pagi.
Aku sudah lebih dulu disini daripada kalian." Aran tersenyum penuh sesal, seharusnya ia tidak melihat adegan yang membuatnya harus menahan rasa sakit yang kini semakin memburuk. Aran menyaksikan semuanya, mendengar semua ungkapan tanpa ada yang tertinggal. Aran tidak berani berharap apapun lagi, setidaknya untuk saat ini. Kalah, itu yang harus ia persiapkan sekarang."Sepertinya aku harus memberi ruang untuk kalian bicara. Chika, aku tunggu kamu di parkiran."
Tak ada satupun dari mereka yang menanggapi ucapan Gito. Chika dan Aran sama-sama terdiam dengan kedua mata saling memandang, bahkan sampai Gito keluar mereka masih saling bungkam. Entahlah, rooftop selalu memberi kesan tak enak untuk pertemuan mereka.
"Kamu bilang ke aku pengen di buatkan kotak musik yang ada wajah kamu, tapi ternyata tak hanya aku yang berusaha mewujudkannya."
Chika masih setia dengan diamnya, jantungnya berdetak kencang, dadanya semakin bergemuruh hebat karena untuk pertama kalinya, ia merasa berbeda dengan tatapan mata Aran. Chika melihat adanya keputus-asaan disana.
Aran merogoh satu celana dan mengambil sesuatu yang sama, kotak musik dengan bentuk yang berbeda. Aran memandangi benda di tangannya dengan mata berkaca, semua yang ia lakukan seakan sia-sia. "Aku udah lama menyimpan ini tapi kamu gak pernah memberi kesempatan aku untuk menunjukannya." Aran tersenyum miris, hatinya terasa tercabik-cabik."Aku mendesainnya sendiri, sengaja aku perkecil agar kamu bisa membawanya kemana-keamana."
Chika mengalihkan pandangannya saat Aran kembali menatap matanya, Chika merasa tidak sanggup menatap mata itu yang menyorot penuh kesenduan. Chika selalu merasa sakit setiap kali Aran menatapnya dengan berbeda.
"You are my sunshine, lagu kesukaan kita akan mengalun merdu dalam kotak musik ini."
Aran mencengkram kuat kotak musik berbentuk dadu di tanganya, kepalanya menunduk, mati-matian menahan gejolak rasa sakit yang kian menggerogoti hatinya. Aran kehilangan harapan setelah Gito mengungkapkan keseriusannya pada orang yang sangat ia cintai. Dalam waktu dekat ia akan kehilangan orang yang dia cintai, ia akan semakin terisih untuk terganti.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE (END)
Roman pour AdolescentsSebuah janji yang teringkari, cinta yang di paksa berhenti, dan rindu yang harus di pendam sendiri.