Aran berjalan di belakang Chika, bisa di katakan bahwa pria berambut sedikit gondrong itu mengikuti kemanapun Chika pergi. Aran tidak peduli bisikan bisikan yang membicarakannya, asal tidak ada yang menyinggung Chika Aran masih bisa terima. Langkah Aran reflek berhenti saat Chika berhenti, Aran menatap keatas dan melihat jika kelas ini adalah kelas Chika.
"Aku cuma mau mastiin kamu aman sampai kelas." Aran tersenyum ketika Chika menatapnya dengan datar.
"Gue udah sampai kelas, terus ngapain lo masih disini?" Chika masih menatap Aran tanpa eskpresi, jika bukan karena Aya mungkin mulutnya akan kembali mengeluarkan kalimat yang pedas. Masa bodo dengan hati pria itu yang akan terluka.
"Yaudah, sampai ketemu lagi nanti."
senyuman Aran langsung memudar ketika Chika melenggang masuk kelas tanpa mengucap sepatah katapun. Aran membuang perlahan napasnya, sudah hampir satu bulan Chika bersikap seperti ini. Kalimat Chika yang sering berucap kasar memang tidak lagi terdengar namun sebagai gantinya gadis bermata coklat itu menjadi lebih dingin dan acuh. Sedikitpun Aran tak melihat adanya perubahan, Chika masih sama membencinya.Sebulan ini Aran sangat berusaha bersikap sabar, semangatnya untuk membuat Chika mengingatnya tidak mengendur sedikitpun. Secinta itu Aran sama Chika sehingga ia tidak perduli dengan hatinya yang sering kali terluka.
"Woy Ran, dari kelas Chika pasti?" Zee datang dan langsung merangkul bahu Aran, mereka berjalan beriringan menuju kelas mereka yang bertempat di paling ujung.
"Tumben lo gak telat Zee." Aran melirik sekilas wajah sahabatnya.
"Tadi berangkat bareng Bunda. Gue dapat bocoran dari Bunda katanya nanti pulang pagi, main gak nih kita?"
Langkah mereka terhenti, Aran menatap Zee yang tersenyum sangat lebar, hampir saja Aran mengiyakan jika saja ia tidak ingat dengan janjinya. Hari ini, adalah hari yang sangat penting untuknya. Aran sudah menyiapkan kejutan untuk Chika di hari anniversary mereka. Tidak terasa hubungan mereka sudah sampai dua tahun, waktu yang tidak singkat itu telah memberi berbagai macam rasa, tentu saja bahagia yang lebih dominan.
"Sorry nih ya Zee, lain kali aja deh."
"Aah lu mah, Chika Mulu yang di urusin. Yaudah deh biar gue ajak Onil sama Adey aja."
"Hmm, gimana ya Zee, gue lagi berusaha banget nih memperbaiki hubungan gue sama Chika."
"Iya iya tau, semangat besti."
"Najis alay." Aran tertawa seraya membalas rangkulan Zee. Belum sampai mereka masuk kelas ternyata bel sudah berbunyi, sadar jika jam pertama adalah jamnya guru killer Aran dan Zee segera berlari agar tidak terkena amukan. Bahkan mereka berdua sempat gaduh saling tarik menarik untuk bisa sampai ke kelas duluan. Entah berapa lama mereka bercanda dan saling tarik di koridor hingga tidak sadar jika di dalam kelas sudah ada guru dan satu siswi yang berdiri di sampingnya. Pak Sakti, guru itu ternyata sudah masuk kelas sebelum bel berbunyi lantaran harus mengantar murid baru.
Brak....
Pak Sakti dan siswi baru itu terkejut ketika tiba-tiba pintu di buka dengan kasar di susul oleh jatuhnya dua siswa diatas lantai. Sesi perkenalan itu terpaksa terjeda karena ulah Aran dan Zee yang tersandung kaki mereka sendiri.
"Kalian lagi, udah telat rusuh lagi. Berdiri kalian." ucapan tegas Pak Sakti membuat Aran dan Zee buru-buru berdiri, refleknya mereka hormat pada Pak Sakti yang langsung di sambut gelak tawa seisi kelas, tak terkecuali siswi baru itu yang menahan senyum karena berpikir mereka berdua itu sangat lucu.
"Apa hormat-hormat. Salim!"
"Maaf Pak, ini gara-gara Aran yang nabrak tong sampah di depan." ucap Zee setelah menyalami punggung tangan Pak Sakti, dia masih belum sadar ada siswi baru di belakang guru killer itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE (END)
Teen FictionSebuah janji yang teringkari, cinta yang di paksa berhenti, dan rindu yang harus di pendam sendiri.