Aran sampai di rumah Mira sesuai dengan jam yang di janjikan, tak jauh berbeda dari rumahnya, bangunan mewah ini juga nampak terasa sepinya. Tidak heran Mira lebih milih tinggal di kosan daripada di rumahnya sendiri, apalagi setelah kematian mamanya hubungan Mira juga kurang baik dengan papanya. Jika di pikir-pikir kehidupan Mira tidak jauh berbeda darinya, sama-sama hidup berkecukupan namun tidak memiliki hubungan baik di keluarga.
"Mau minum apa Ran?" tanya Mira begitu Aran sudah duduk di sofa ruang tamu.
"Ini lo gaadaa pembantu Mir?" mata Aran mengedar, ia sama sekali tidak menemukan adanya manusia lain di rumah sebesar ini selain Mira.
"Papa jarang di rumah, gue lebih suka tinggal di kosan. Buat apa pembantu?
Kalau makan tinggal gofud, dan biasanya seminggu sekali ada orang yang bersihin ini rumah. Lo masih suka orange jus? Gue buatin ya?""Boleh."
Mira berjalan kearah dapur untuk membuatkan tamunya minum. Mira menatap sekilas pada Aran yang duduk anteng di sofa, jaman mereka masih pacaran Aran masih tidak berani berkunjung ke rumahnya, pria itu justru datang ketika sudah menjadi mantan. Mira tersenyum simpul, merasa lucu dengan apa yang terjadi.
"Mir, kenapa lo milih kosan daripada apartemen, uang bokap lo lebih lebih tuh."
Mira kembali menghampiri Aran ketika selesai membuatkan minum, Mira mengambil duduk di depan Aran, hanya ada meja yang menjadi penghalang. "Apa bedanya apart sama nih rumah, sama-sama sepi. Kenapa gue milih kosan ya karena gue merasa lebih hidup disana, gue punya banyak temen ngobrol setiap saat dan disana gue gak pernah merasa sepi."
Aran tersenyum, kini ia tahu perbedaan antaranya dirinya dengan Mira. Mira, dia bebas berekspresi dan bisa melakukan apapun yang dia sukai tanpa ada tekanan, sedangkan dirinya hidup dalam jeratan peraturan yang Keynal ciptakan. Untuk apa dulu Keynal menghadiahi apartemen jika ia tidak di perbolehkan tinggal disana.
"Ran, kemarin gue chat lo tapi gak lo balas."
"Hp gue jatuh Mir, gak tau kemana." Aran menghela napas ketika ingat pertengkaran kedua orangtuanya kemarin malam, dan yang paling membuatnya kepikiran adalah saat Keynal membicarakan Cindy. Apa yang terjadi sebenarnya, apa yang berusaha mereka sembunyikan darinya. "Mir, kemarin mereka bertengkar lagi."
Mira yang sedang minum langsung menatap Aran khawatir, "Tapi lo gapapa kan Ran? Om Keynal gak mukul lo lagi kan?"
"Yang lo bilang waktu itu gak benar kan Mir?" bukanya menjawab Aran malah balik melempar pertanyaan. Aran masih ingat apa yang pernah Mira ucapkan tidak jauh berbeda dari apa yang kemarin ia dengar. "Yang lo omongin soal Kak Cindy di pesta ulang tahun Badrun, semua itu gak bener kan, Mir?" Aran masih menatap Mira, di kepalanya masih penuh terngiang ngiang soal papanya yang meneriaki kesalahan kakaknya tadi malam. Aran masih tidak percaya jika kakaknya melakukan kesalahan yang sangat fatal.
"Kenapa lo baru mempertanyakan itu sekarang. Waktu itu lo sangat marah waktu gue coba ngasih tau." ucap Mira mengingat kemarahan Aran di pesta dan berakhir dengan pria itu yang mabuk parah.
"Lo tinggal jawab Mir."
"Ran, untuk apa bicara kalau gue belum tahu faktanya. Gue berani ngasih tau karena sebelumnya gue mencari tau." Mira menatap Aran begitu lekat, ia tahu Aran sangat menyayangi kakaknya dan menolak menerima kebenaran jika kakaknya telah melakukan kesalahan, mau mengelak bagaimana pun semua itu sudah terjadi.
"Tanteku, dia seorang dokter kandungan yang waktu itu Kak Cindy datengin, kenapa gue tau karena gue gak sengaja papasan di rumah sakit, gue penasaran dan mendesak Tante Maya agar di beri tahu kondisi Kak Cindy dengan janji menutup rapat rahasia ini. Kak Cindy hamil, dan cuma lo yang gue kasih tahu Aran."
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE (END)
Teen FictionSebuah janji yang teringkari, cinta yang di paksa berhenti, dan rindu yang harus di pendam sendiri.