"Mau kemana Zee?"
Zee yang hendak membuka pintu rumah jadi terurung mendengar suara dari Ayahnya, Zee tidak melihat jika di ruang keluarga ternyata ada ayahnya yang sedang duduk membaca majalah disana. "Ayah, Zee izin keluar bentar ya, biasalah." Zee tersenyum lebar setelah menyalami punggung tangan Bobby.
Bobby melirik jam yang sudah menunjuk pukul 9 malam lalu memperhatikan penampilan anaknya yang sangat rapi, ada buku seperti novel di tangannya. "Udah jam 9, emang kamu mau kemana, manggung?"
"Enggak Yah, Zee cuma mau jalan-jalan keluar cari angin."
"Daripada keluar mending kamu masuk kamar dan belajar Zee," Shania muncul dari arah dapur seraya membawa segelas kopi di tanganya, "Bukan waktunya lagi kamu main-main Zee, kamu udah harus mempersiapkan segala kesiapan ujian mulai dari sekarang." Shania meletakan kopi pesanan suaminya di atas meja.
"Makasih Shan." Bobby tersenyum manis pada istrinya.
"Tadi aku udah belajar Bun, tenang aja nilai aku gak akan turun cuma karena aku main."
"Kamu lupa sekarang ada Fiony? Emang kamu mau di kalahin lagi sama dia?" Shania menatap tajam putranya yang berani membantah. Pandanganya teralih begitu tanganya di tarik oleh Bobby.
"Shan, gaboleh kamu kayak gitu, Harusnya kamu kasih semangat buat Zee, bukan malah membandingkan dia dengan kepintaran orang lain."
"Aku kasih semangat buat dia Bob, karena itu aku ingetin dia untuk terus belajar." Shania menatap jengah pada suaminya yang selalu berusaha membela Zee, lihatlah sekarang Zee yang tumbuh menjadi pria sangat manja karena sedari kecil Bobby selalu memanjakanya.
"Bunda tenang aja, aku akan berusaha untuk kasih nilai terbaik aku buat Bunda, tapi aku gak janji kalau aku bisa kalahin Fiony." Zee memilih langsung pergi karena tak ingin perdebatan ini berlanjut. Belum sampai membuka pintu suara dari Bundanya itu kembali terdengar.
"Kamu masih temenan sama Aran? Mau main bareng dia? Bunda gak izinin kamu keluar ya Zee."
Seruan itu membuat langkahnya tertahan, terpaksa Zee kembali membalikan badan dan melihat Shania yang berjalan mendekat kearahnya.
"Jawab Bunda, kamu masih temenan sama Aran?" Shania memegang tangan Zee karena khawatir anak itu tiba-tiba pergi.
"Apa alasan aku harus berhenti berteman? Aku sama Aran udah bareng-bareng sejak kecil, selamanya aku akan jadi teman dia." Zee menatap Shania yang hari ini terlihat lebih sensitif dari biasanya, apa karena berita yang tersebar itu? Tadi di sekolah juga Shania memanggilnya karena masalah ini.
"Dia akan bawah pengaruh buruk buat kamu, dia bermasalah. Sebaiknya kamu jauhin dia mulai sekarang."
"Yang bermasalah itu orang tuanya Bun, Bukan Aran, Aran gak tau apapun, dan kenapa aku harus jauhin dia?" cekalan pada tanganya Zee lepaskan begitu saja, Zee menatap bundanya dangan sorot mata kecewa, bagaimana bisa bundanya miminta ia melakukan sesuatu yang tidak bisa ia lakukan. Melihat ada yang menghina Aran saja ia tidak terima bagaimana mungkin mereka di paksa untuk jauh.
"Shania kamu kenapa sih, kenapa kamu tiba-tiba jadi kayak gini. Aku tau kamu mau yang terbaik buat Zee tapi gak kayak gini juga caranya, dengan kamu membatasi pertemanan dia kamu akan buat Zee merasa terbebani." sama seperti Zee, Bobby juga terlihat kecewa pada istrinya. "Zee udah dewasa dia pasti ngerti mana yang terbaik buat dia,"
"Tapi Bob, Aran it-"
"Aran gak seburuk yang Bunda kira kok, masalah yang buat dia di nilai buruk juga sebenernya kenakalan yang biasa anak remaja lakukan. Aran baik Bun, dia nakal karena dia ngerasa kesepian, hanya di sekolah dia merasa terhibur,
dan kalau aku jauhin Aran siapa yang bakal temani dia?" Zee menggeleng, ia tidak bisa meninggalkan seseorang yang sudah bersamanya sejak kecil. Tak ingin mendengar apapun lagi Zee segera melangkah keluar rumah, Zee tidak membawa motornya karena sebenarnya ia hanya ingin main kerumah Fiony. Gadis itu memintanya untuk datang setelah ia memamerkan novel yang sedang banyak di buru remaja sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE (END)
Novela JuvenilSebuah janji yang teringkari, cinta yang di paksa berhenti, dan rindu yang harus di pendam sendiri.