Tidak mencari bukan berarti tidak peduli. Selama ini ia selalu bertanya kemana semesta itu menyembunyikan cintanya, pada belahan bumi manakah dirinya berada, sedang apa dan bagaimana kabarnya. Apa rindu juga mengusik malam gelapnya, sama seperti dirinya yang selalu di cekam kerinduan.
Satu pertanyaan yang sering membuatnya resah, masih sendiri atau sudah menemukan pengganti.
Setelah lima tahun lamanya, kakinya
kembali menginjak pada tanah yang menjadi saksi perpisahan mereka malam itu. Masih teringat betapa dinginnya angin yang berhembus waktu itu, rintik lirih tangis gerimis,
juga hebatnya gemuruh di atas langit.Ventaran Kenzilo Ar-Ravinzo, nama yang masih ia simpan dengan rapat. Nama yang tidak tergantikan oleh ribuan pria yang datang mendekat, nama yang begitu abadi melekat di dalam hati.
Ia berhasil menyembuhkan luka namun hatinya tidak sanggup untuk melupa.
Langkah kaki membawanya pada ujung dermaga tempatnya berdiri, di tempat yang sama saat Aran memintanya menjadi kekasih juga saat Aran melepaskannya.
Tidak ada yang berbeda dari tempat ini selain semak belukar yang tumbuh banyak di sekitar danau. Tempat ini seperti tidak lagi di jamah, tidak terurus dan itu di buktikan dengan daun kering yang berserakan dimana mana.
Chika melempar pandangan pada ayunan yang sudah berdebu, salah satu talinya putus sehingga ayunan itu tidak bisa di gunakan. Chika tersenyum tipis, mengalihkan kembali pandangannya pada danau, tempat ini masih menjadi tempat terbaik untuk menenangkan diri, meskipun terlihat sedikit angker dan menyeramkan. Chika sama sekali tidak takut hantu atau semacamnya, yang ia takutkan justru jika ia tidak bisa melihat tempat ini lagi.
"Aku pikir kamu tidak akan kesini lagi."
Suara dari belakang melunturkan senyumannya, tubuhnya langsung bereaksi dengan detak jantung lebih cepat. Tubuhnya reflek berbalik, menatap sosok pria yang berdiri tak jauh darinya.
"Hai Aran." senyumnya kembali melebar, dadanya berdebar, jantungnya lebih cepat berpacu dari sebelumnya. Siapa sangka semesta memepertemukan mereka disini, di tempat yang indah ini.
Chika menatap Aran tanpa berniat mengalihkan pandangan, kaki itu kini kembali menapak, hatinya berseru riang menyadari pria itu telah pulih dari sakitnya.
"Iiih Aran, kok aku di tinggal sih." seorang gadis lain muncul dari balik pohon pohon, berdiri di samping Aran dan langsung menggandeng lengan pria itu, "Kalau tadi aku dimakan harimau gimana, emang kamu mau kehilangan aku?"
Senyuman Chika luntur dalam sekejap melihat pemandangan di depannya, hatinya langung berdenyut nyeri melihat senyuman Aran untuk gadis itu, bahkan tangan kekar itu mengusap dengan lembut rambut gadis yang tengah merangkul lenganya. Kenapa mereka semesrah itu? Apakah ini jawaban dari pertanyaannya, apakah benar dirinya telah tergantikan?
"Eeeh ada Chika, kamu disini juga Chik, lama kita tidak bertemu, kamu apa kabar?"
Chika tidak menjawab sapaan itu, ia terlalu sibuk menerka hubungan mereka. Aran bilang tempat ini hanya untuk dirinya, tempat ini miliknya, lalu kenapa dia membawa gadis lain kesini. Chika menatap Aran yang kini juga sedang menatapnya, sorot mata itu teduh namun Chika tidak melihat kehangatan disana, tatapanya matanya berubah tidak secerah saat dulu Aran menatapnya. Semuanya berubah, lima tahun berhasil mengubah sosoknya.
"Ka-kalian, pacaran?" Chika bertanya sedikit ragu, setelah berhasil sembuh akankah ada luka yang baru?
"Kita sudah bertunangan, bulan depan kita akan menikah."
Kedua matanya terpejam begitu erat, jawaban tegas yang keluar dari mulut Aran berhasil menghentakkan hatinya. Tanpa sadar tanganya berpegang kuat pada ujung bajunya sendiri, dalam hitungan detik harapan patah, rasa sakit itu kembali menyapa, dan mungkin kali ini akan menetap selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE (END)
Teen FictionSebuah janji yang teringkari, cinta yang di paksa berhenti, dan rindu yang harus di pendam sendiri.