4

1.9K 239 2
                                    

Di atas rooftop sekolah, empat sekawan berkumpul asik duduk diatas banner hasil curian. Mereka
kompak tidak mengikuti pelajaran jam pertama. Berapapun peringatan yang mereka terima tidak membuat nyali mereka runtuh untuk mengulang kesalahan yang sama. Apalagi Aran, pria yang di karuniai paras rupawan itu seakan menjadikan ancaman itu sebagai tantangan. Terdengar gila, namun hanya itu yang bisa Aran lakukan agar bisa terlihat oleh Papanya.

Onil, pria yang di kenal akan kelucuanya itu nampak asik memainkan ukulele kesayangannya semberi bersenandung mencairkan suasana.
Suaranya yang cukup enak membuat Adey terbawa suasana dan ikut mengikuti nyanyian dari Onil.

Sadar jika suaranya akan merusak Zee lebih memilih diam dan menikmati saja perpaduan suara Adey dan mainan musik dari Onil. Mulutnya tak berhenti menggunyah memakan berbagai cemilan yang sengaja ia bawa dari rumah.

Zee menoleh ke samping, menatap wajah Aran yang tampak damai memejamkan matanya. Zee tau Aran tidak tidur, pria itu hanya mencoba untuk tenang di saat pikiranya sedang ramai. Pertama mengenal Aran, Zee berpikir Aran adalah sosok pria yang beruntung. Zee tak melihat adanya kekurangan dalam diri Aran, papanya yang seorang pengusaha sukses sudah pasti kebutuhan finansialnya akan terjamin, belum lagi mamanya yang seorang model papan atas sekaligus aktivis yang wajahnya selalu terpampang di layar kaca ataupun majalah. Namun pandanga Zee patah saat tahu jika kehidupan Aran tidaklah seberuntung itu. Kesibukan kedua orangtuanya membuat Aran tumbuh menjadi anak yang haus kasih sayang. Tekanan dan tuntutan dari keluarga membuat Aran menjadi sosok pemberontak.

Tak jarang juga Zee melihat kekerasan yang Aran terima. Namun Aran, kekasih dari Yessica Tamara itu selalu ingin terlihat baik-baik saja, dia adalah pelakon handal yang berusaha menunjukkan pada dunia jika dia hidup dengan bahagia. Meski tawanya terdengar paling nyaring, senyumnnya meluas bagai lautan, Zee bukan orang buta yang tidak menyadari ada duka di balik matanya.

"Eeh ini kite pindah tempat aje kagak sih, takut tiba-tiba ada guru masuk weh." Adey menyudahinya nyanyiannya, merebut paksa Qtela dari tangan Zee dan mendengus kesal karena isinya kosong. "Bagi atu Zee yang baru."

"Selow Dey, ketahuan tinggal ngaku aja gampang." Onil mengalihkan pandangannya kepada Aran yang masih memejamkan matanya. "Tidur lo Ran?"

"Ngantuk banget gue anjir." gumam Aran, ia tidak tahu semalam tidur jam berapa tapi yang jelas ia merasa sangat ngantuk sekarang. Belum lagi masalahnya dengan Chika yang merenggut ketenanganya.

"Lo jangan mikir masalah Chika terus deh Ran, bosen gue lihatnya."

Aran membuka mata dan langsung menatap Onil. "Chika kan pacar gue, wajar dong gue mikirin?"

"Tapi Chika nya gak peduli. Kemaren Olla cerita ke gue kalau Chika itu risih sama lo." Onil sedikit berpikir, mengingat kembali kalimat yang ia denger dari saudara kembarnya. "Dan satu lagi, Olla bilang kalau dia juga benci banget sama lo."

"Dia begitu karena lagi ilang ingatan aja." Aran masih berusaha tenang meski setiap hari ada pertanyaan baru di pikirannya. Chika, apa yang melandasi kebencian gadis itu padanya? Jika karena ia yang selalu menegaskan hubungan mereka maka mulai hari ini Aran akan berhenti. Ia tidak ingin semakin di benci oleh gadis yang sedikit banyaknya pernah memberi kebahagiaan.

"Kenape ya Chika begitu. Gak masuk akal banget dah tiba-tiba benci cuma karena Aran bilang kalau mereka pacaran."

"Apa mungkin Chika syok punya pacar modelan kayak Aran." canda Onil tertawa seraya merangkul bahu Aran. "Canda Aran."

"Gue ganteng ya njing, tajir juga. Siapa coba yang gak mau sama gue."

"Nyatanya lo di putusin tuh sama Mira." Zee mengeraskan tawanya setelah mendapat pukulan dari Aran. Zee berdiri dan merapikan sedikit celananya yang kotor. Ia melirik jam di tanganya yang bentar lagi masuk waktu istirahat.

PROMISE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang