14

1.7K 225 23
                                    

Gito miringis pelan ketika Chika memasang plaster di pelipisnya, saat Aran mendorongnya ternyata ada krikil kecil mengenai pelipisnya hingga luka. Meski luka yang Aran dapat lebih banyak, Gito akui jika pukulan pria itu sangat mematikan, tubuhnya terasa remuk terkena pukulan dari pria yang terkenal brandal di sekolah.

"Makasih ya Chik, kamu udah bantu obati luka aku." Gito menatap Chika, dari saat Chika membawanya ke UKS gadis itu sama sekali tidak mengeluarkan suara, Gito juga melihat tatapan gadis itu menyorot sendu. Gito jadi ragu jika yang Chika khawatirkan itu dirinya.

"Kak, aku minta maaf ya atas semua yang terjadi." Chika kembali ke bangsal Gito setelah menaruh kembali kotak obat dalam lemari,
"Aku minta maaf karena Aran, Kak Gito jadi luka kayak gini."

"Kok kamu yang minta maaf? Jangan meminta maaf atas nama dia Chik, dia yang salah dan dia yang harus mengucap itu." Gito meraih dan Chika dan menghela napas lega saat Chika tidak menolak genggaman tanganya, "Jangan khawatir, luka ini tidak seberapa dan aku merasa baik-baik saja."

Chika menatap Gito yang tersenyum, tanpa berniat membalas senyuman itu Chika hanya menganggukan kepalanya.

"Udah jam istirahat nih, yuk ke kantin!" Gito beranjak dan menarik tangan Chika keluar UKS, namun saat sampai di ujung pintu tanganya di tahan. Gito menatap Chika yang malah memaku kakinya.

"Kenapa Chik?"

"Maaf Kak aku gak bisa, aku mau ke kelas aja." Chika melepas perlahan genggaman tangan Gito, tanpa menunggu jawaban pria itu kakinya bergerak melewati, berjalan cepat untuk sampai ke kelasnya yang berada di lantai dua.

Gito masih bergeming di tempatnya, menatap nanar punggung Chika yang perlahan menjauh. Gito menghela napas panjang, tidak peduli seberapa keras ia berjuang, selama apapun ia menunggu, dirinya tidak lebih di anggap seorang kakak oleh gadis yang dia cintai. Terluka, namun ia bisa apa selain menerima. Memaksa hanya akan menambah luka yang lebih parah.

Chika merasa aneh dengan tatapan penghuni kelas, tak ingin ambil pusing ia melanjutkan langkahnya hingga sampai di bangkunya. Sedetik setelah ia duduk, teman temanya sudah langsung mengitari mejanya. Chika mengehela napas lelah, niatnya untuk beristirahat pasti akan terganggu.

"Apa, kalian pasti mau tanya soal Aran kan? Plis ya, gue lagi pusing dan gak mau bahas apapun disini." Chika melirik Flora, bukan tidak mungkin jika temanya yang satu itu yang berkoar koar menyebar berita pertengkaran Aran dengan Gito.

"Chik, lo belum baca berita ya?"

Kini tatapan Chika beralih pada Eli, merasa semakin aneh karena tumben sekali Eli berwajah serius.

"Nih Chik lo lihat, menurut lu benar gak nih berita?"

Chika menerima ponsel Eli, sekali lagi ia menatap teman temannya yang masih serius sebelum memusatkan pandangan pada ponsel di tanganya.  Chika membaca judul yang tertera, seketika itu juga matanya melebar dengan jantung yang berdetak hebat. Seakan tak percaya Chika kembali membaca judul dan melihat baik-baik foto yang tertera disana. Tanganya mendadak bergetar dan nyaris saja ponsel dalam genggamannya terjatuh.

"Mati mati hape gue." sebelum ponselnya retak di tangan Chika, Eli mengambilnya lebih dulu. "Untung kagak jatoh."

Chika tak bergeming, tatapannya mendadak kosong setelah melihat berita itu. Aran sangat mencintai keluarganya dan bagaimana bisa dia menerima berita yang baru saja menggemparkan dunia maya. Mendadak pikiran Chika sangat resah, ia memikirkan perasaan pria itu.

"Chika, kayaknya Gito kasih lihat berita ini deh sampai buat Aran semarah tadi."

Chika menggeleng, Aran pasti sangat terluka. Tanpa sepatah katapun Chika langsung beranjak meninggalkan kelas tanpa menyaut ucapan Flora, setidaknya ia harus memastikan jika pria itu tidak berbuat suatu hal yang melukai dirinya sendiri.

PROMISE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang