3

1.9K 242 0
                                    

"pelajar seperti apa jam segini baru pulang?"

Suara berat dan tegas menyambut kepulangan Aran. Selesai menutup pintu rumah Aran berbalik, mendapati sosok pria dewasa yang berdiri tegap seakan tengah menyambut kepulangannya.

"Darimana saja kamu?" Keynal kembali bertanya tanpa mengubah sedikitpun nada suaranya, matanya begitu tajam menatap putranya yang pulang malam, dan yang lebih membuatnya geram adalah Aran yang masih berseragam.

"Kenapa Papa bertanya seakan Papa peduli?" Aran tersenyum miring, langkahnya bergerak melewati Keynal dan duduk di sofa ruang tamu. Seharian berkeliling tak jelas di jalanan membuat tubuhnya sangat lelah. "Bukankah selama ini Papa udah gak peduli sama Aran? Aran Bahkan Marasa kalau Papa lupa punya anak."

"Jangan kurang ajar kamu Aran." Keynal mendekat dan langsung menarik kerah kemeja Aran hingga berdiri. "Gak di rumah bukan berarti kamu bebas dari pengawasan Papa."

"Tapi nyatanya Papa lebih sibuk sama urusan Papa sendiri kan?"

Bugh.

Aran kembali jatuh terduduk ketika satu pukulan ia terima di wajahnya. Aran mendongak menatap Papa yang sudah berapi rapi.

"Jaga bicara kamu Aran, kamu lupa sedang bicara dangan siapa, hah?" Keynal menarik kemeja Aran
hendak kembali memberi pukulan, namun ia segera sadar dan menahan tanganya agar tidak melayang.

"Kenapa gak jadi? Ayo pukul Aran lagi!"

"Kamu sama Mama kamu gak ada bedanya, sama-sama keras kepala." Keynal menghempas kasar tubuh Aran ke sofa. Keynal mengusap wajahnya kasar, napasnya naik turun tanda ia menahan emosi yang sangat besar. Veranda akan sangat marah jika ia kembali memukuli Aran.

Aran menelan paksa ludah bercampur darah di mulutnya, ia beranjak, berdiri tanpa sedikitpun rasa takut melihat kemarahan Papanya. Aran sudah terlalu sering mendapat perlakuan seperti ini, bahkan Aran pernah mendapat yang lebih parah dari hanya sekedar pukulan.

"Kalau Papa peduli harusnya bukan selalu kekerasan yang Aran terima."

"Papa gak akan mukul kamu kalau kamu sopan."

Aran tersenyum getir, ia seperti tidak lagi mengenal sosok papanya. Keynal berubah, dia bukan lagi sosok ayah yang bisa melindungi anak anaknya.

"Dan ini," Keynal merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sesuatu yang langsung di lemparkan tepat di wajah putranya.
"Hanya satu bulan dan Papa sudah mendapat lebih dari lima laporan kenakalan kamu di sekolah."

Aran memambaca semuanya, surat keterangan yang di buat oleh sekolah untuk Papanya.

"Jangan buat reputasi Papa hancur karena kenakalan kamu Aran. Papa udah cukup nahan malu selama ini."

Aran mengangguk.
"Papa berharap Aran menjadi anak yang baik tapi Papa lupa memberi contoh yang baik untuk Aran." Aran meremas kertas di tanganya, mati matian ia menahan emosi karena ingat pria di depannya adalah papanya sendiri. Ia selalu di tuntut menjadi baik tanpa ada dorongan dan support bahkan dari orang tuanya sendiri. Bukankah semua ini tidak adil baginya.

"Sekali lagi Papa mendapat laporan yang sama, Papa gak akan segan untuk ambil semua fasilitas yang Papa kasih ke kamu. Inga itu." Keynal membuang napas kasar sebelum berlalu pergi meninggalkan Aran seorang diri di ruang tamu. Keynal takut tidak bisa menahan emosinya lebih lama jika tetap ada disana.

Sepergian Keynal Aran langsung tertunduk, wajahnya yang memerah menahan marah ia tutupi dengan kedua tangannya. Rasanya ada jeritan yang ingin Aran keluarkan, segala bentuk protesan yang selama ini Aran pendam untuk kedua orang tuanya.
Semakin hari ia semakin merasa asing di rumahnya sendiri, rumah yang seharusnya memberi kenyaman justru malah terasa sangat mencekam.

PROMISE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang