"Om Zaki hanya nganterin Mama dan apa salahnya Mama nawarin dia untuk mampir?" Veranda mencoba menjelaskan dengan lembut pada Aran, sikap tempramen yang ada pada putranya membuat Veranda harus hati-hati ketika berbicara, Veranda tak ingin Aran semakin meledak.
"Mama lupa terakhir kali Papa marah karena apa? Kenapa Mama harus selalu mengulang kesalahan yang sama?" Aran yang semula duduk kini berdiri, menghadap langsung pada perempuan dewasa yang hampir sebulan tak di temuinya. Aran sangat senang Mamanya pulang, nyaris saja tabungan rindunya terlampiaskan jika saja Veranda pulang hanya seorang diri, bukan bersama pemilik agensi tempatnya bernaung. Zaki Iskandar, Aran sangat mengenal sosok pria dewasa itu, seorang duda yang di tinggal mati istrinya setahun yang lalu, ayah dari seorang gadis yang yang sangat Aran kenal, Amirah Fatin Iskandar.
Veranda mengusap wajahnya sesaat sebelum kembali menatap Aran, tentu ia tahu apa yang menjadi kekhawatiran putranya ini. Kemarahan Keynal bukan perkara yang mudah di tenangkan, pria itu bisa marah bahkan pada hal kecil sekalipun.
"Kamu gak harus bersikap berlebihan seperti ini Aran, kalaupun Papa tau dan marah itu akan jadi urusan Mama, biar Mama yang jelasin." Veranda memaksakan semuanya seraya mengusap pipi Aran, "Kamu jangan khawatir Aran."
"Segampang itukah Mama bicara," Aran menepis pelan tangan Veranda dari pipinya. Matanya kembali menatap ke ujung tangga karena khawatir Kathrina tiba-tiba turun dan mendengar perdebatan antaranya dirinya dengan Veranda. "Apa Mama gak mikirin perasaan Aran? Perasaan Kathrina? Apa Mama tau bagaimana sakitnya Aran tiap kali lihat kalian berantem?" Aran menatap manik mata Veranda yang menyorot sendu.
"Coba Mama mikir, berapa kali Mama pulang dalam sebulan? Dan tiap kali pulang kenapa harus pertengkaran yang Aran denger. Kathrina masih sangat kecil Mah, harusnya Mama bisa kasih dia kehangatan dalam rumah bukan malah pertengkaran kalian." Aran mengakhiri kalimatnya dengam embusan sedikit kasar. Kepalanya menoleh kesembarang arah demi mengindari tatapan mata Veranda yang sangat menyakitkan untuknya. Kapan semuanya berubah, kapan ia bisa lagi merasakan kehangatan dalam rumah? Aran sangat merindukan orang tuanya namun untuk merasakan dekapannya saja Aran harus menunggu.
Sebagai seorang ibu hati Veranda merasa sangat tertampar. Di rumah yang ia bangun ada seorang anak yang terabaikan. Dan Veranda sadar betapa egois dirinya.
"Mama minta maaf ya, maaf karena kesibukan Mama kalian jadi terabaikan, maafin ya Sayang." Veranda mendekat dan langsung mendekap tubuh Aran. Veranda mengelus pipis Aran dan menciumnya singkat. "Mama peduli sama anak-anak Mama, tolong jangan berpikir Mama gak sayang kalian ya. Mama sangat menyayangi kalian semua." Veranda menangis, dadanya terasa sesak saat teringat putri pertamanya yang sampai saat ini belum di temukan. Veranda telah banyak melakukan kesalahan, apa yang harus ia lakukan untuk menebus semuanya?
Aran melepas pelukan Veranda meski ia ingin merasakan hangatnya lebih lama.
"Kapan Mama akan berhenti jadi model, sampai kapan Mama akan bergelut dalam dunia Mama sendiri?"
"Aran jangan ngomong gitu sayang, Mama kerja kan buat-"
"Apa uang yang Papa kasih masih kurang buat Mama?" Aran menatap mamanya.
Veranda menghapus air matanya sendiri.
"Aran Mama minta maaf, Mama janji akan lebih sering pulang kali ini. Kamu jangan marah ya, Mama bener bener belum bisa ninggalin pekerjaan Mama.""Aku udah kehilangan Kak Cindy, jangan sampai aku harus kehilangan orang tua aku juga. Jaga batasan Mama sama Om Zaki karena aku gak tau akan semarah apa Papa nantinya."
Veranda mengangguk tersenyum.
"Iya Sayang, kamu tenang aja ya.""Jangan jadikan rumah ini neraka dangan menghadirkan orang lain kedalam keluarga kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE (END)
Teen FictionSebuah janji yang teringkari, cinta yang di paksa berhenti, dan rindu yang harus di pendam sendiri.