2

2.4K 247 9
                                    

"Kalian lagi kalian lagi. Mau sampai kapan berulah terus hah? Kalian ini udah kelas 12 loh." Ibu Meki, guru kesiswaan itu menunjuk satu persatu muridnya yang sedang menjalani hukuman di tengah lapangan akibat ketahuan bolos dan merokok di rooftop sekolah.

"Gak bosen apa berulah terus? Ibu aja bosen pake banget lihat wajah-wajah ini terus yang di hukum."

"Yaudeh Buk, ntar kite ajakin yang lain juga biar ada wajah baru yang ibu hukum."

"Diam kamu Deya." tunjuk Bu Meki pada siswa berkacamata.

"Adey Buk." sahut Adey membernarkan.

"Apapun itulah terserah."

Adey mendengus, sudah salah di benarkan malah kembali marah. Adey mengangkat bahu acuh lalu melirik ke wajah tiga temannya yang tampak tegang. Apakah mereka takut? Ah cemen.

"Terus ini Onil, kenapa bisa seragamnya gak ada atribut satupun, kamu ini siswa sini atau bukan, hah?"
tatapan tajam Bu Meki makin mengintimidasi, bola matanya tak berhenti bergerak memerhatikan empat siswa bermasalah ini. "Aran, mana dasi kamu? Kemeja kamu keluarkan karena gak pakai sabuk kan?"

"Enggak sih Buk, biar keren aja." Aran mengangkat kerah seragamnya sok keren, lalu setelahnya ia mendengus saat mendapat geplakan dari tangan temanya. Ia merringis menatap kesal pada Zee.

"Adey besok potong rambutnya, gausah banyak gaya gondrong gondrongan."

"Berarti suami Ibu juge banyak gaye pan gondrong juga tuh rambutnya."

Bu Meki menggelengkan kepalanya kemudian menghela napas, ia harus lebih memeprtebal kesabaran menghadapi keempat siswa ini. Jika bukan karena kuasa orang tua mereka yang cukup berpengaruh di SMA ini sudah dari dulu Bu Meki mengeluarkan mereka semuanya.

Tatapannya Bu Meki berhenti pada Zee, ia mengamati tatanan seragam pria itu lalu mengangguk. Disini hanya Zee yang berpenampilan cukup rapi, seragam beratribut tanpa kurang satupun. Rambut tersisir rapi dan yang terpenting lengkap memakai sabuk dan dasi. Zee adalah putra dari kepala sekolah, tidak heran jika dia akan berpenampilan rapi. Hanya saja sepertinya Zee salah pergaulan.

"Tetap di sini sampai jam pulang sekolah. Kalau ada yang pulang sebelum bel bunyi siap siap akan ada panggilan orang tua."

Mereka berempat baru bisa menghela napas lega saat Bu Meki tidak lagi terlihat.

"Anjing, cape banget gue." Aran menekuk kakinya lalu duduk dengan meluruskan kakinya. Ia mendongak menatap ketiga temannya yang menatapnya bingung. "Ngapain lo pada lihatin gue begitu?"

"Lo sendiri ngapain duduk? Ketahuan Bu Meki tau rasa lo."

Aran tidak memperdulikan ucapan Zee, ia malah membuka dua kancing teratas seragamnya agar tidak begitu gerah. "Bu Meki cuma nyuruh kita tetep disini, jadi mau gue duduk, tiduran atau kayang ya gak masalah. Emang Bu Meki ada bilang kita harus berdiri?"

"Emang goblok si Zee." Onil yang sudah sangat lelah langsung mengambil tempat di samping Aran dan bersandar di bahu pria itu. "Pinjam bahu bentar Ran."

"Pelajaran aje lo pinter Zee giliran kek gini goblok nya minta ampun. Kagek jadi deh lo jadi panutan." Adey membuang muka dari Zee kemudian ikut duduk bersama Aran dan Onil. "Akhirnya duduk juga."

"WOY ADA BU MEKI WOY." teriakan Zee berhasil mengagetkan mereka bertiga yang langsung membuat Aran dan Onil berdiri tegak.
Adey yang belum ada 10 detik duduk pun reflek langsung ikutan berdiri.

Tawa Zee tak bisa di tahan lagi melihat ekspresi panik yang teman temanya tunjukan. Sangat lucu menurutnya.

"Anjing lo Zee." umpat mereka bertiga, detik berikutnya mereka melompat dan langsung menyerbu tubuh Zee agar berbaring di lapangan.    
Adey yang kesal langsung menarik dasi Zee dan menyumpalkanya ke mulut pria itu.

PROMISE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang