III

2.4K 326 20
                                    

---

"Murung banget sih, party ngapa party?!"

Lana merengut sebal. Tangan Joshua yang berada di bahunya langsung dilepas dengan lemas. Gadis itu tidak berminat berinteraksi dengan siapapun saat ini.

"Dijailin Sabda lagi lo?"

Gadis itu menggeleng pelan. Sejak pagi ia belum bertemu dengan Sabda. Kabarnya cowok itu sedang sibuk dengan himpunan fakultasnya yang entah membahas apa.

"Jangan-jangan lo gak dianter jemput lagi ya sejak dia punya apartemen?"

Walaupun kenyataan itu memang benar, tapi Lana tetap menggeleng. Bukan hal itu yang membuatnya bete seharian ini.

"Atau lo dijailin sama Levy lagi? Atau Daniel? Kamar lo dimasukin apa kali ini? Tikus?"

Dengan gemas gadis itu membekap mulut Joshua dan memeluk kepala cowok itu erat-erat.

"Bacot banget sih, Josh. Gue lagi bete!"

Setelah berhasil lepas, Joshua lalu tersenyum lebar. Sangat lebar.

"Bete kenapa cantik? Gara-gara judul lo ditolak?"

Lana langsung merengut yang membuktikan bahwa tebakan Joshua kini tepat.

"Santai dulu aja, kalo lo mau nemenin gue satu semester lagi juga gak apa-apa kali,"

Joshua memang lebih santai. Kegemarannya pada fotografi membuat cowok itu sering meninggalkan kelas hingga tertinggal beberapa mata kuliah yang seharusnya sudah dapat ia selesaikan semester sebelumnya.

Jika Sabda mengambil Teknik Industri dan Lana mengambil Hukum, untuk pendidikannya Joshua justru berbelok pada manajemen bisnis. Walaupun berbeda fakultas, hubungan ketiganya tidak serta merta menjadi jauh. Terbiasa bersama sejak kecil karena orang tua yang memang juga bersahabat membuat mereka justru menjadi lebih dekat.

Lana sering membantu Joshua dalam hal-hal kontrak kerja dengan brand dan kliennya begitu juga dengan Sabda yang sangat melek terhadap teknologi dan pasar digital.

Dibantu kedua temannya itu, Joshua kini sudah memiliki studio dengan merk dagang sendiri untuk jasa fotografinya. Berawal dari satu photoshoot ke yang lainnya, dari satu selebgram ke selebgram lainnya, karya Joshua dikenal dengan cepat. Ia bahkan beberapa kali dilibatkan dalam event-event besar.

Lana menoleh pada cowok itu sebelum kembali manyun.

"Cita-cita gue kelar tiga setengah tahun melayang sudah,"

Joshua terkekeh. "Buru-buru banget. Apa sih yang lo kejar?"

Pertanyaan ringan dan sambil lalu itu membuat Lana termenung. Tanpa sadar tangannya saling bertautan dan meremas pelan.

Hal itu ditangkap oleh mata Joshua membuat cowok itu tersenyum kecil. Ia meraih jemari Lana untuk ia genggam dengan lembut.

"Nanti capek, Na. Bokap Nyokap lo emang sekeren itu waktu mereka muda. Abang lo mungkin juga memang udah takdirnya begitu. Tapi lo gak perlu kayak mereka. Cukup jadi Lana aja. Lana yang bahagia,"

Lana menatap manik Joshua yang kini menatapnya dengan lembut. Dengan sorot yang menenangkan. Sorot yang sering ia lihat jika keduanya hanya dalam kondisi seperti ini.

"Gue juga mau diakui. Gue juga mau jadi hebat,"

Joshua tersenyum manis. Sangat manis. Tangannya meraih wajah Lana dan mengusap pipi perempuan itu dengan lembut.

"Lana selalu hebat. Siapa sih yang berani meremehkan princess cantik kayak kamu gini?"

Ucapan itu memang hanya untuk menenangkannya, tapi ucapan tetap mampu membuat hatinya menjadi lebih ringan.

From Here to Mars [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang