---
"Sebentar lagi kamu tuh udah kepala lima, Mas. Yang paling tahu kondisi badan kamu sendiri itu cuman kamu."
Lana tersenyum mendengar omelan mamanya. Ia melangkah untuk ikut bergabung dengan keluarganya di ruang keluarga. Televisi yang hidup sedang menayangkan musibah banjir yang terjadi di beberapa kota dengan suara pelan.
Levy yang duduk di sofa paling ujung terlihat sibuk dengan laptop di pangkuannya.
"Kamu ada project apa dalam waktu dekat, Kak?"
Levy mengangkat wajah sesaat sebelum kembali menatap layar.
"Papa tahu influencer yang lagi naik daun gak? Yang kemarin ikut ke Papua buat salurin dana?"
Wira mengangguk tidak yakin.
"Bikin rumah dia kak? Gila engangement mereka tuh tinggi banget ternyata. Temen aku yang baru bikin clothing line pake dia langsung banjir orderan."
Levy mengangguk. "Bukan rumah. Tapi villa di Bali. Aku awalnya agak pandang remeh soalnya kan sosial media tuh banyak gimmicknya kan, aku pikir waktu dia gembor-gembor bikin villa tuh cuman ya biar engangement tinggi aja. Taunya beneran!"
Lana langsung menganga. "Apa aku jadi selebgram aja ya biar cepet kaya?"
Levy langsung terbahak. Sedangkan Wira dan Clara justru terkekeh pelan mendengar celutukan anak bungsunya.
"Hampir mustahil di umur dua puluhan punya harta sebanyak itu, dek. Yang terlihat kan cuman di artis A aja. Kita kan gak tahu ada siapa di belakang mereka. Mungkin Levy kerjain villa milik dia, tapi bisa aja itu adalah kerja sama sama pihak mana kan kita gak tahu,"
Lana langsung terkekeh. "Yang bisa langsung kaya harta milyaran umur dua puluhan cuman Om Raka ya, Pa?"
Wira mengangguk setuju. "Karena memang mereka keluarga konglomerat,"
Clara tertawa. Dengan segala pencapaian Wira, keluarga mereka juga jauh lebih berada. Tapi cara Wira yang memang tidak pernah menolak apapun permintaan anak-anak mereka tetap menjadikan mereka sederhana dan tidak merasa besar kepala.
Hal-hal sederhana yang selalu tertanam pada Levy dan Lana adalah segala sesuatu yang mereka dapatkan harus mampu mereka pertanggungjawabkan.
"Btw, Sabda akhirnya dapet apartemen dari Om Drian."
Wira menoleh. "Serius?"
Lana mengangguk. "Aku akhirnya bantu ngomong juga,"
Wira menatapnya lama sebelum akhirnya berdehem singkat. "Apartemen Sabda itu adalah tanggung jawab sabda sama Papinya. Lana sudah membantu Sabda mendapatkan apa yang dia mau. Tapi itu juga jadi tanggung jawab Lana karena Sabda adalah sahabat Lana. Sahabat harus saling mengingatkan, oke?"
Lana terdiam beberapa saat mencerna maksud ayahnya. Ketika matanya menemukan Clara yang tengah tersenyum, Lana mengangguk mengerti.
"Aku pastiin gak akan ada cewek keluar masuk dari apartemen itu kecuali aku,"
Levy yang sedang sibuk tahu-tahu tersedak mendengar tekad Lana membuat semua mata langsung tertuju padanya.
"Kamu ngomong apa sama adekmu, Kak?"
---
Lana sedang mondar-mandir di kamar Levy yang kini masih sibuk dengan laptopnya. Setelah tadi selesai dan membubarkan diri dari ruang keluarga, Lana mengekori kakak laki-lakinya itu dan berakhir di kamar bernuansa hitam tersebut. Berbanding terbalik dengan kamarnya yang didominasi warna putih dan biru.

KAMU SEDANG MEMBACA
From Here to Mars [FIN]
RomancePunya orang tua yang saling mencintai. Punya saudara yang paling bisa memahami. Punya sahabat yang selalu menjadi tempat berbagi. Hidup Lana sangat bahagia. Tidak pernah merasa kurang satu apapun. Tidak kasih kasih sayang, tidak perhatian, tidak ju...