Kok aku deg-degan ya? Takut diamuk😂
---
Badannya langsung pegal-pegal ketika membuka mata. Tatapannya langsung berubah awas. Manusia yang semalaman tidur dibelakangnya sudah menghilang. Tangannya yang terikat juga sudah lepas. Mulutnya juga tidak lagi di bekap.
Lana meraih ponsel yang ada dipangkuannya dan mengecek kondisi benda itu yang ternyata memang mati.
Tidak ada apapun yang menunjukkan kejadian semalam. Lana sampai memejamkan mata berkali-kali bahwa apa yang terjadi semalam itu apakah nyata atau hanya dalam mimpinya.
Dengan masih linglung, Lana bangkit berdiri dan mengecek semua sudut gudang. Tidak ada yang berubah sedikitpun. Bahkan jejak kakipun tidak terlihat dimana-mana. Padahal Lana sangat yakin tubuh tempatnya bersandar itu setengah basah yang bahkan sampai sekarang masih bisa Lana rasakan.
Ia lalu melangkah keluar dan memutuskan untuk mengunci pintu itu dengan gembok. Hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Ketika masuk lewat pintu belakang, ia bertemu dengan Clara yang sepertinya sedang menyiapkan sarapan.
"Lho kamu darimana? Sabda baru aja nyampe, terus mama suruh langsung ke kamar kamu. Kayaknya dia belum tidur,"
Lana tergagap beberapa saat. Ia menoleh ke belakang sebelum kembali menatap Clara.
"Itu--"
Ibunya masih menatapnya penuh tanya. Tidak bersedia melepas sebelum mendapatkan jawaban yang memuaskan.
"Ak--aku lihat kayu tadi. Aku kayaknya mau ngerjain sesuatu dengan itu,"
Clara memicing sebelum akhirnya tersenyum lebar.
"Lakuim apapun yang membuat kamu bahagia. Mama sama Papa gak butuh kamu jadi orang yang keras sama diri sendiri. Kalo memang hal itu membuat kamu kembali menemukan diri, nanti mama yang ngomong sama papa biar tempat itu kita jadiin studio buat kamu,"
Maksud Lana tidak begitu. Lana hanya asal menjawab tadinya. Tapi jika ia membantah akan membuat Clara kembali penasaran, ia akhirnya hanya mengangguk.
"Tapi aku belum butuh studio sendiri juga, Ma."
Clara mengangguk. "Gih mandi dulu. Abis itu bangunin Josh sekalian ajak Sabda. Kita sarapan bareng,"
"Papa?"
"Udah jalan dari jam lima. Harus keluar kota lagi. Om Raka kayaknya seneng banget bikin Papamu sakit pinggang,"
Lana terkekeh. Ia mendekat untuk mengecup pipi Clara. Ia tahu orang tuanya kerepotan olehnya selama ini.
"Aku sayang banget sama mama papa,"
---
Perasaan bersalah karena telah membohongi orang tuanya membuat Lana seperti linglung. Ia belum pernah melakukan hal seperti ini tapi jika ia menceritakan kejadian semalam hanya akan membuat Clara parno dan panik yang tentu akan membuat Wira kembali kesusahan.
Apalagi sekarang Levy harus stay di Bali untuk beberapa bulan kedepan karena pekerjaannya. Selain memang untuk klien, cowok itu ternyata sudah membeli beberapa kavling tanah untuk ia bangung villa bersama Daniel.
Satu lagi pencapaian laki-laki itu yang baru diketahui Lana karena embernya mulut Daniel. Levy awalnya belum ingin bercerita pada keluarganya karna salah satu dari villa itu ingin ia jadikan hadiah ulang tahun pernikahan untuk orang tuanya.
Tapi berhubung bocoran itu datang dari Daniel membuat Wira dan Clara harus berpura-pura tidak tahu. Tapi Lana dapat melihat bagaimana bangganya mereka.
"Beneran mau ikut?"
Lana mengangguk pada Joshua yang sedang menyetir. Sabda kini masih terkapar di jok belakang.
Ketiganya kini sedang dalam perjalanan menuju apartemen Sabda yang terletak di daerah Sudirman.
"Nyokap lo sendirian di rumah. Gak apa-apa?"
Lana kembali mengangguk. "Mau nginep di rumah Oma juga kok. Tenang aja,"
Josh masih ragu. "Gue gak mau digebukin Levy atau bokap lo ntar kalo lo pulang-pulang mabok,"
"Astaga! Kan gue bisa nginep di apartemennya Sabda, Josh. Atau nginep dikosan lo juga bisa kan?!"
Melihat Lana yang memang tampak suntuk, cowok itu akhirnya mengangguk. Sebenarnya malam ini ia dan Sabda ada janji dengan teman-teman mereka yang tentu saja bukan di rumah makan atau cafe biasa tetapi di club malam.
Lana yang sepertinya sedang kesepian dan butuh teman meminta untuk ikut. Walaupun biasanya cewek itu memang selalu menempel pada mereka, Josh tahu bahwa Lana tidak dalam kondisi yang stabil. Cewek itu sedang gusar dan banyak pikiran.
Setelah dari apartemen Sabda dan mengobrol, tidur, makan dan mengobrol lagi. Ketiganya lalu meluncur ke sebuah club pada pukul sembilan malam. Lana sudah menghubungi Clara bahwa ia akan menginap di apartemen Sabda bersama Joshua jadi tidak perlu menunggunya pulang.
Karena memang hubungan mereka yang sudah lebih seperti keluarga, Clara tidak merisaukan apapun. Karena toh Sabda dan Joshua pun sudah ia anggap seperti anak sendiri.
Malam minggu memang lebih ramai dari hari biasa. Lana bahkan harus digandeng oleh Sabda yang jalan didepannya dan Joshua dibelakang cewek itu. Perlakuan yang membuat Lana selalu merasa aman.
Setelah menemukan table tempat teman-temannya berkumpul. Lana yang diapit oleh Sabda dan Joshua meraih segelas minuman yang ditawarkan dan meneguknya habis membuat semua orang langsung berseru heboh.
"Na!"
Lana hanya nyengir lebar pada Sabda yang tampak tidak suka dengan tingkah cewek itu. Joshua yang tertawa langsung merangkul Lana dengan lembut.
"Malam ini lo gak boleh jauh-jauh."
Gadis itu mengangguk patuh. Tapi tangannya kembali meraih gelas baru dan melakukan hal yang sama. Ia hanya butuh pengalihan.
"Gue juga mau jadi hebat, Josh. Sabda mana ngerti,"
Joshua mengangguk. Lalu mengedikkan bahu pada Sabda yang tampak tidak terima.
"Malam ini aja. Gue janji,"
Sabda akhirnya hanya pasrah dan ikut meraih gelas minumannya. Dan mulai mengimbangi Lana.
Joshua yang akhirnya mengalah. Ia tidak boleh teler malam ini. Ada dua nyawa yang harus ia bawa pulang dengan selamat. Malam ini ia hanya membiarkan Lana melakukan apapun yang gadis itu mau termasuk ketika menariknya turun untuk menari seperti orang kesetanan.
Lana yang sudah mulai mabok mulai tidak terkendali. Gadis itu menempel kesana sini sebelum berhenti pada satu laki-laki yang sedang duduk di sebuah kursi bar menatap lantai dansa dengan tatapannya yang tajam.
"Lo--"
Sebelum Lana kembali banyak tingkah, Joshua sudah menariknya menjauh dan meminta maaf pada orang-orang yang diganggu oleh gadis itu.
Setelah berjam-jam terkurung dalam gedung hiburan itu, Joshua akhirnya membawa Lana dan Sabda keluar dan masuk mobil.
Menjalankan benda itu menuju apartemen Sabda untuk membuat kedua sahabatnya itu tidur dengan nyaman.
---
Lana tidak tahu pukul berapa sekarang, ia bangun lalu meraih tas dan jaketnya lalu melangkahkan kaki dari kasur. Ia menatap Joshua dan Sabda yang tampak lelap sebelum kembali melangkah.
Lana butuh kasurnya saat ini. Lana hanya ingin pulang.
---
Love
--aku

KAMU SEDANG MEMBACA
From Here to Mars [FIN]
RomancePunya orang tua yang saling mencintai. Punya saudara yang paling bisa memahami. Punya sahabat yang selalu menjadi tempat berbagi. Hidup Lana sangat bahagia. Tidak pernah merasa kurang satu apapun. Tidak kasih kasih sayang, tidak perhatian, tidak ju...