---
Lana tengah membaca sebuah buku di sofa ruang tengah ketika Mars ikut bergabung dengannya.
Setelah menikmati street food Jogjakarta, keduanya lalu singgah di berbagai macam tempat wisata yang terjangkau seperti pantai dan yang lainnya.
Kini sore sudah datang menjelang, keduanya sepakat tidak akan kemana-mana setelah terbakar matahari seharian.
"Na,"
Lana menoleh. Lalu menggeser duduknya memberikan ruang lebih untuk Mars.
"Kita harus bicara,"
Cepat atau lambat obrolan itu tidak bisa ia hindari. Mars tidak akan mungkin menahan perempuan itu lebih lama lagi.
"Keuangan kita menipis. Kamu gak mungkin menarik tunai lagi tanpa ketahuan. Orang tuanya juga pasti akan kesini dalam waktu dekat."
Lana tidak suka. Ia tidak ingin mereka menyerah begitu cepat.
"Biarin aku egois dengan tidak melibatkan kamu terlalu jauh. Sebentar lagi wajahku akan terpampang dimana-mana dan kita akan semakin cepat ditemukan, Na. Apalagi untuk keluarga tidak sembarangan seperti kamu, ini hanya akan jadi bom waktu,"
Mars menjelaskan dengan sangat lembut dan hati-hati. Ia takut melukai hati perempuan yang sudah banyak berkorban untuknya.
"Gak ada yang bisa bantu, Na. Hidupku memang begini."
Gadis itu menggeleng kecil. Ia berusaha berpikir sekeras mungkin solusi yang mungkin bisa mereka coba.
"Mungkin lari bagi aku menjadi bagian hidup. Tapi bagi kamu hanya akan menimbulkan masalah baru."
"Aku nyusahin dan nambah masalah buat kamu?"
Mars menggeleng cepat. Tangannya lalu meraih jemari Lana.
"Beberapa hari ini jadi hari terbaik seumur hidup aku. Gak pernah ada yang melihat aku seperti kamu lihat aku. Untuk pertama kalinya aku merasa benar-benar hidup,"
Lana mengangkat wajah. Ia menemukan Mars yang kini menatapnya sangat lembut.
"Mungkin di kehidupan selanjutnya kita bisa saling mencari dengan kondisi yang lebih baik. Sekarang bukan waktu yang tepat,"
Gadis itu menggigit bibirnya guna menahan tangis yang akan luruh.
"Kamu perempuan paling hebat dan paling baik hatinya seumur hidupku. Kamu jadi perempuan paling cantik dan bersinar sampai aku merasa Tuhan sedang mengirim malaikat untuk hidupku yang kelam. Kamu terlalu berharga buat aku, Na."
Lana mendekat lalu memeluk cowok itu sebelum menumpahkan tangis. Mars mengulurkan tangan untuk mendekap gadis itu.
"Aku janji jika nanti kondisi yang lebih memungkinkan, aku akan cari kamu lagi."
Lana tidak bisa menjawab. Semua kata-kata tidak mampu keluar dari mulutnya. Jika memang ini perpisahan yang sebenarnya, Lana hanya ingin memeluk laki-laki itu.
Laki-laki pertama yang berhasil menyentuh hatinya. Laki-laki pertama yang membuatnya mampu melakukan hal-hal yang bahkan tidak pernah ia pikirkan.
Laki-laki yang membuatnya kenal bahwa cinta pada seorang asing juga mendebarkan seperti saat ini.
Mars.
---
"Mars,"
Cowok itu menoleh pada Lana yang tampak ragu. Gadis itu lalu mendekat dan duduk disampingnya.
Setelah pembicaraan mereka tadi malam, hari ini mungkin akan jadi hari terakhir bagi mereka. Meskipun tidak bicara gamblang tentang meninggalkannya disini, Lana tahu dari gerak geriknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
From Here to Mars [FIN]
RomancePunya orang tua yang saling mencintai. Punya saudara yang paling bisa memahami. Punya sahabat yang selalu menjadi tempat berbagi. Hidup Lana sangat bahagia. Tidak pernah merasa kurang satu apapun. Tidak kasih kasih sayang, tidak perhatian, tidak ju...