XXI

1.7K 273 10
                                    

Untuk menemani kamu ngabuburit, tapi kalo ada peluang membatalkan puasa. Bacanya nanti aja abis buka, ya.

Enjoy!

---

"Gue udah di rumah sakit, Sabda. Kalo lo gak bisa jemput gue bisa naik taksi aja nanti,"

"Minta jemput Levy atau Daniel deh. Josh juga lagi susah dihubungi, lagi."

Lana terkekeh.

"Gampang. Gue juga bakal lama kayaknya,"

"Yaudah. Pokoknya tungguin sampe gue dateng kalo semisal lo sendirian. Lo tunggu di ruangan bokap aja ntar,"

"Yakali. Dikira kantor bokap lo lobby bisa dijadiin tempat nunggu jemputan?"

Sabda di seberang sana terkekeh.

"Yaudah sana lanjut ke rapatnya. Gue udah mau nyampe ruangan kliennya,"

Panggilan itu lalu diputus. Lana melangkah menuju ruangan paling ujung di lantai itu.

Napasnya tertahan ketika membuka pintu dan menemukan Ray yang juga tampak kaget menemukannya.

Setelah berdehem dan menghembuskan napas berkali-kali, Lana lalu tersenyum dan melangkah masuk.

"Siang, Dokter. Saya Lana Wirajaya, pengacara yang mendampingi Mbak Citra dalam kasus ini."

Lana mengulurkan tangan dan dijabat erat oleh Ray yang kini juga tersenyum kearahnya.

"Saya Raynor Rodra."

Keduanya mengangguk bersamaan. Setelah beberapa saat jabat tangan itu terlepas. Lana mendekat lalu memperkenalkan diri pada perempuan yang masih tampak kalut itu.

Setelah memperkenalkan diri, Lana memeluk perempuan muda itu sebelum mengajaknya mengobrol ringan sebelum menanyakan hal-hal yang krusial untuk kasusnya.

Selama masa itu, Ray berdiri bersandar pada dinding yang berada di belakang Lana memperhatikan bagaimana telatennya perempuan itu memperlakukan seseorang yang sama sekali asing.

Hatinya menghangat ketika pasien yang tadi dirawatnya mulai tersenyum dan membuka diri pada Lana. Entah karena Lana memang sangat profesional dan terampil dalam pekerjaan atau karena baiknya hati perempuan itu. Atau memang karena kedua hal itu.

Setelah mendapatkan semua informasi yang diperlukan juga karena Citra butuh istirahat, Lana akhirnya bangkit dan undur diri dari sana.

Ketika pintu lift yang dinaikinya hampir tertutup, Ray tiba-tiba muncul dan menahan pintu lift. Lana yang kaget lalu beranjak menjauh menuju sudut lift agar memberikan ruang yang luas untuk laki-laki itu masuk.

"Apa kabar, Na?"

"Baik."

Ray tampak mengangguk kecil.

"Setelah beberapa hari dirawat, baru tadi dia mau ngomong."

Lana yang tahu arah pembicaraan Ray menghembuskan napas lega entah karena apa.

"Shock sudah pasti. Dia bahkan belum lulus SMA."

"Dia--diperkosa,"

Lana menggangguk kecil.

"Oleh ayahnya sendiri."

Lana kembali mengangguk.

"Dia--"

"Cuman gadis polos yang percaya sama laki-laki yang menikahi ibunya. Dia gak tahu perilaku menyimpang ayah tirinya. Awalnya dia diancam karena pernah difoto tanpa busana. Mau gak mau dia harus menuruti kemauan pelaku. Gak punya pilihan lain apalagi dia masih sekolah,"

From Here to Mars [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang