VIII

1.9K 275 7
                                    

---

Seminggu kemudian Lana benar-benar tidak melakukan apa-apa. Gadis itu hanya ke kampus sesekali untuk mengurus administrasi lalu kembali pulang.

Makan, tidur, menonton televisi dan banyak series Netflix yang berhubungan dengan kriminal, hukum dan politik. Begitu setiap hari.

Orang tuanya memang tidak menunjukkan keberatan sama sekali. Hanya Sabda dan Joshua yang datang untuk mengajak gadis itu keluar tetapi selalu ditolaknya.

"Mama aku mau cari cemilan dulu ya!"

"Sama supir aja,"

"Gak usah. Cuman ke minimarket depan komplek kok,"

Karena perumahan mereka yang elit dan super privasi dengan satpam di setiap perempatan, ia lebih leluasa untuk berjalan sendirian walaupun malam hari.

Tidak pernah ada kejadian apapun disana yang membuatnya harus merasa khawatir.

Minimarket yang ia tuju hanya berjarak lima menit jalan kaki, setelah membeli semua cemilan yang diinginkan, Lana kembali berjalan pulang sembari mengemut permen tangkai kesukaannya.

Tepat berada di ujung blok rumahnya, langkah Lana terhenti menatap seseorang yang kini meringkuk di balik tiang listrik. Jika tidak diperhatikan dengan seksama, itu memang hanya seperti bayangan hitam dan tidak berarti. Apalagai pos satpam berada di ujung satunya.

Dengan langkah pelan ia mendekat untuk mengecek apakah orang itu sedang tidur atau hanya bersembunyi.

Alangkah kagetnya Lana ketika mendapati seorang laki-laki berbalut kaos dan jaket hitam serta celana jeans hitam itu tengah merintih kesakitan.

"Kamu gak apa-apa? Saya panggilkan ambulan!"

Tangannya yang bergetar untuk menelpon seseorang lalu digenggam erat minta berhenti.

"Jangan hubungi siapapun,"

Lana langsung kaget mengenali suara itu. Dengan sekuat tenaga ia membalik tubuh laki-laki itu untuk mengecek kondisinya.

"Kamu--"

Tidak hanya Lana. Laki-laki itu juga tampak kaget lalu beringsut pelan.

"Pergi, Lana. Sekarang."

Lana tergagap mendengar pengusiran itu. Kakinya mundur perlahan dan pegangannya pada lengan laki-laki itu terlepas.

"Tapi kamu--"

Laki-laki itu menatap sekitar dengan mata nyalang sebelum bertemu dengan matanya.

Kali ini Lana bisa melihat mata biru itu dengan jelas. Mata biru sedalam lautan itu dipeluk oleh alis tebal dan tegas. Sempurna dengan hidung yang mancung dan bibir berbelah kecil. Disekitar rahangnya ditumbuhi bulu-bulu halus yang seperti belum sempat bercukur berhari-hari.

Rambut yang kemarin dilihat Lana bergelombang kini tampak terpotong pendek ditutup topi hitam yang melekat pas di kepalanya. Warna kulitnya sawo matang seperti sering terbakar matahari.

"Go!"

Lana kembali tergagap. Pikirannya langsung berkecamuk. Segala kemungkinan mulai ia pikirkan saat ini. Kakinya mundur perlahan dan menatap sekitar yang sepi karena memang sekarang sudah hampir pukul sepuluh malam.

Kakinya baru melangkah tiga kali sebelum kembali berbalik dan berjongkok di hadapan laki-laki itu.

"Aku gak bisa!"

Tangannya meraih lengan cowok itu untuk melingkari bahunya. Tangan kanan Lana lalu memeluk pinggang cowok itu guna membantunya berdiri.

Tatapannya langsung nyalang ketika telapak tangannya menemukan sesuatu yang basah dan bau anyir. Lana menarik jemari itu untuk memastikan dan jarinya kini berlumuran darah.

From Here to Mars [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang