Gue langsung bergegas turun ke bawah begitu sadar kalau yang datang adalah Jasper. Kira-kira dia ngapain kesini? Itu yang jadi pertanyaan gue sekarang.
Apa dia khawatir sama gue?
Gue langsung menggeleng-geleng kepala untuk menyingkirkan pemikiran mustahil itu.
Sesampainya di ruang tamu, gue mendapati Jasper yang udah duduk manis di sofa.
"Jasper?"
Jasper yang sadar dengan kedatangan gue langsung berdiri. Entah ini perasaan gue aja atau memang Jasper benar kelihatan gugup sekarang ini.
Dan jujur, dia keliatan ganteng banget sekarang.
"Ini, gue cuma disuruh wali kelas ngasihin catetan hari ini ke lo." kata Jasper sambil menyodorkan buku-buku catetannya ke gue.
"Tumben lo nyatet." ejek gue.
"Ya, itu juga karena gak ada lo yang biasanya nyatetin gue."
"Yaelah. Kalo lo bergantung ke gue terus, gimana jadinya ntar kalo gue pergi?"
Jasper langsung menatap gue tajam, "Emang lo mau kemana?"
"Ya, gak kemana-kemana sih."
Gak tau kenapa, gue bahkan gak sanggup menatap mata Jasper. Kenapa Jasper kelihatan gak suka ya pas gue ngomong mau pergi?
Duh, Eine! Jangan geer bisa gak, sih?
Gue berdehem untuk sedikit mencairkan suasana. "Lo mau dibuatin minum gak?"
"Gak usah, gue mau langsung pulang aja." jawabnya sambil berdiri dari sofa.
Gue cuma mengangguk sambil ikut berdiri dan mengantarkan Jasper sampai ke depan pintu rumah gue. Tepat saat mau masuk ke dalam mobilnya, Jasper kembali menoleh ke arah gue.
"Masalah ada untuk kita hadapi, bukan untuk dihindari. Jangan takut dan jangan terus-terusan sembunyi. Gue pasti selalu bantuin lo."
Gue gak tau harus ngomong apa. Akhirnya, gue cuma diam sambil menatap bingung kearah Jasper. Jasper berdehem, entah karena dia gugup atau apa gue gak tau. "Gue pulang dulu."ujarnya.
Jasper langsung masuk ke mobilnya dan meninggalkan rumah gue. Tiba-tiba saat gue mau masuk ke dalam rumah terdengar bunyi klakson motor yang membuat gue kembali menoleh ke belakang.
"Tirub?" Tirub langsung memasang wajah kecutnya begitu helmnya terlepas. "Alex, woy! bukan Tirub!"
"Ya, apapun itu." jawab gue males.
Tirub turun dari motor bebeknya dan meletakkan helmnya diatas jok. "Gue gak dipersilahkan masuk, nih?"
"Dasar lo. Yaudah, ayo masuk." ajak gue.
Tirub langsung masuk ke rumah gue dan duduk diatas sofa tanpa dipersilahkan. "Ehem, haus juga nih."
"Dasar lo, kode mulu."
Gue meletakkan buku-buku yang diberikan Jasper tadi di atas meja. Dengan terpaksa dan berat hati, gue menuju ke dapur untuk mengambil dua kaleng cola yang ada di kulkas dan segera kembali ke ruang tamu tempat Tirub berada.
"Nih," kata gue sambil meletakkan dua kaleng cola itu di atas meja.
"Nah, makasih nyonya London." Tirub langsung menyambar minuman tersebut, membukanya dan langsung meminumnya dengan rakus.
"Minumnya biasa aja, woy." tegur gue.
"Haus, nyonya London."
"Jangan panggil gue gitu." ketus gue.
"Iyadeh maaf." Tirub menaruh minumannya kembali ke atas meja dan mengambil sesuatu dari tasnya.
"Nih," ujarnya sambil menyodorkan beberapa buku catatan,ke gue.
Gue menerimanya dengan tatapan bingung. "Apaan nih?"
"Catetan. Wali kelas nyuruh gue ngasih ini ke lo."
Catetan?
Bukannya tadi Jasper juga ngasih catetan?
Atau memang beda pelajaran?
Tapi kok banyak banget, ya?
Karna penasaran, gue langsung mengambil buku dari Jasper dari atas meja dan menyamakannya dengan buku Tirub.
Sama.
Isinya sama.
"Tadi Jasper juga nganterin catetan buat gue." kata gue ke Tirub sambil nunjukin buku catatan Jasper.
"Tapi tadi gue kok yang disuruh wali kelas ngasihin ke lo." jawab Tirub.
Deg deg.
Tatapan Tirub menerawang ke atas, seolah-olah ada kejadian yang keputer ulang di atas kepalanya.
"Pantesan aja tadi si artis serius banget nyatetnya. Padahal 'kan biasanya juga tidur di kelas."
Deg deg.
"Mungkin dia emang nyatet khusus untuk lo, Ne." lanjutnya.
Deg deg.
Gak tau kenapa, gue ngerasa senang. Silahkan bilang gue baper atau apalah itu. Gue bahkan gak bisa ngejawab semua hipotesis Tirub.
"Gue balik ya, Ne. Udah mau ujan nih."
Gue mengangguk, "Iya. Makasih, Rub."
Setelah Tirub pergi, gue kembali ke kamar membawa semua catatan-catatan dari Jasper dan Tirub sambil senyum sumringah.
Hati terkecil gue mengatakan, Jasper cuma jadiin catatan-catatan ini alasan buat ketemu gue. Sesampainya di kamar, gue langsung loncat-loncat dan joget-joget gak jelas. Demi Tuhan, gue seneng banget. Walaupun semua perkiraan gue belum pasti, tapi gue merasa punya harapan yang besar.
"YEAY! JASPER CARE SAMA GUE!" Gue naik ke atas kasur mini gue dan kembali loncat-loncat di atasnya.
"HE IS ACTUALLY CARES, WOHOOO!!"
"JASPER KHAWATIR SAMA GUE, WOY!"
Tiba-tiba pintu kamar gue terbuka dan munculah sosok menyeramkan dari sana. Sosok itu mulai mendekati gue. Ia mulai ikut naik ke atas kasur gue dengan tatapan menyeramkannya. Tangannya berusaha menggapai gue dan.....
"Aw! Aw! Ampun, Bunda. Aw, jangan cubit Eine! Ampun."
"BUNDA 'KAN SURUH KAMU BERESIN KAMAR BUKAN MALAH ACAK-ACAKIN KAMAR!"
-----
29 April 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasper!
DiversosJasper emang kelihatan baik banget kalo lagi di layar kaca. Tapi apa di dunia nyata juga begitu? Jawabannya, enggak. Mungkin ini yang orang-orang sebut dengan 'Serigala Berbulu Domba'