Delapanbelas!

262 11 0
                                    

Author's POV

Jackson menghempaskan tubuhnya ke sofa. Sepergian Eine, entah kenapa pikirannya makin kacau.

"Apa gue beneran jatuh cinta sama Eine? Apa Eine beneran jatuh cinta sama Jasper?"

Jackson kembali mengacak-acak rambutnya sendiri. Entah sudah berapa kali cowok itu melakukannya.

"Gue 'kan Jackson! Galau bukan tipe gue." Dengan kesal, Jackson pergi dari apartemen kakaknya itu. Mungkin, keliling Jakarta bisa membuat pikirannya lebih tenang. Lagian, hari ini dia sedang free.

Tapi, sayangnya semua diluar perkiraan. Kemacetan ibukota justru membuat perasaan Jackson semakin kesal.

"Gue bener-bener kayak cewek lagi PMS." batinnya.

Jackson menghidupkan radio di mobilnya, sekedar untuk memecah kesunyian. Lagu Taylor Swift mengalun dari sana. Tepat di bagian bridgenya.

Please, don't be in love with someone else.

Please, don't make somebody waiting on you.

Please, don't be in love with someone else.

Please don't make some--

Tit!

Jackson langsung mematikan kembali radio di mobilnya. Entah kenapa, hari ini semuanya mengesalkan baginya.

"Radio sialan, emang. Kenapa harus muter lagu itu, sih?" umpat cowok itu.

Setelah 1 jam lebih Jackson mengendarai mobilnya tanpa tujuan yang jelas, akhirnya cowok itu memilih untuk memarkirkan mobilnya di apartemen tempat Jesslyn tinggal. Ya, dari tiga bersaudara tersebut memang hanya Jackson yang masih tinggal bersama orang tua mereka. Sedangkan Jasper dan Jesslyn? Mereka memilih untuk tinggal sendiri.

Setelah mengunci mobilnya, Jackson segera menuju tempat tinggal Jesslyn. Tidak sulit bagi Jackson untuk membuka pintu apartemen Jesslyn. Cowok itu sudah hapal dengan pinnya diluar kepala.

Tanpa berlama-lama, Jackson langsung masuk ke kamar kakak sulungnya itu tanpa permisi atau apapun itu.

"Jack, lo harus belajar yang namanya permisi." protes Jesslyn, ketika melihat Jackson yang tiba-tiba masuk ke kamarnya.

"Lo gak ada job hari ini?" tanya Jackson, mengalihkan pembicaraan.

"Hm," Jesslyn hanya menjawab pertanyaan Jackson dengan gumaman kecil. Matanya masih berkutat di ponsel kesayangannya.

"Gue pulang aja, deh."

Jesslyn memalingkan pandangannya dari ponselnya, menatap Jackson bingung.

"Terus tujuan lo kesini apa, Jack?"

"Tadinya mau curhat. Berhubung lo lagi sibuk banget, jadi gagal deh."

Jesslyn meletakkan ponselnya diatas kasur, lalu mendekatkan tubuhnya ke adik bungsunya itu. "So, lo bawa cerita apa?"

Jackson berdeham sebentar sambil membenarkan posisi duduknya. "Gue suka sama Eine." katanya malu-malu.

Jackson emang begitu, to the point. Paling malas, kalau harus basa-basi sebelum cerita.

Jesslyn melongo, "Eine pembokatnya Jasper?"

"Temennya." ralat Jackson.

"Pembokat, Jack."

"Whatever, yang pasti gue tertarik sama cewek itu."

"Kenapa semuanya lebih mengutamakan Eine, Eine dan Eine sih? Jasper lebih menganggep Eine sebagai 'bukan sembarang orang'. Dan sekarang, lo suka sama si Eine itu. Please, bagusnya dia apa?"

"Dia punya something yang gak dimiliki orang lain. Something yang bisa bikin gue tertarik, tanpa dia sadari."

Jackson menundukkan kepalanya. Entah kenapa, dia malu mengatakannya. Padahal, itu Jesslyn. Kakaknya sendiri. Sesuka itukah dia dengan Eine?

"Jack, lo harus pikir-pikir lagi. Masih banyak temen-temen sesama model gue yang interest sama lo."

Jackson menghela napasnya, "Kayaknya gue salah milih cerita sama lo."

"Bukan gitu, Jack. Tapi, di luar sana banyak cewek yang lebih 'wow'. Kenapa lo harus fall for her, sih?"

Jackson beranjak dari duduknya. Cowok itu membisikkan sesuatu di telinga kakak sulungnya.

"Suatu saat lo bakalan ngerti, kalau sebenernya lo gak bisa milih ke siapa lo bakalan jatuh cinta." Jackson pergi meninggalkan kakaknya yang masih melongo di dalam kamar.

"Gue pulang!" teriak Jackson dari luar. Saat itu pula, Jesslyn kembali ke dunia nyata.

"Sebenernya, siapa yang adek siapa yang kakak sih?"

-----

Eine mengganti posisi berbaringnya, menjadi miring ke sebelah kanan. Entah, ini sudah ke-berapa kalinya dia berbolak-balik. Sedari tadi, Eine belum juga menemukan posisi yang membuatnya nyaman, apalagi membantu menenangkan pikirannya.

"Syahqila.." Tanpa sadar, Eine menyebut nama wanita itu.

"Jasper dan Syahqila."

Eine langsung bangun dan duduk di tepi ranjangnya. "Gak! Gue gak mungkin jatuh cinta sama Jasper. Gue cuma sedikit kaget dan sedikit galau karena gue mantan Jaspal, itu aja."

Cewek itu mengusap-usap wajahnya dengan kedua telapak tangannya."Gue gak mungkin jatuh cinta sama Jasper!"

Tok Tok

Ketukan pada pintu kamar Eine membuat gadis itu tersadar. "Masuk." ujar Eine dengan suara yang sedikit dikeraskan.

"Lagi galau?" tanya Riyon, sambil berjalan masuk ke kamar adiknya.

"Sok tau lo,"

Riyon berbaring di ranjang super sempit adiknya itu. "Gue udah hapal sama gelagat lo. Kalo galau, hobinya ngurung diri di kamar."

"Awas ah! Lo bikin makin sempit aja, tau gak." usir Eine.

"Gak usah sok mengalihkan pembicaraan deh, Ne. Lo kenapa? Cerita aja."

"Gak kenapa-kenapa, kak."

Riyon berdecak, "Yaudah, terserah kalo lo emang gak mau cerita."

Eine menghela napasnya. Entah kenapa, dia ingin bercerita dengan kakaknya itu. Lagian, mungkin ia akan lebih lega setelah bercerita dengan kakaknya.

"Iyadeh, gue cerita."

"Jadi, lo ada masalah apa?"

Riyon berbaring menatap Eine, bersiap mendengarkan cerita adiknya itu. Akhirnya, Eine menceritakan semuanya. Mulai dari foto di dompet Jasper, sampai perasaan Eine yang tidak karuan karena gegana.

"Lo gak jatuh cinta sama dia, dek. Itu cuma perasaan kesal dari fans ke idolnya, udah itu aja." kata Riyon setelah mendengar cerita Eine.

Eine mengangguk-angguk pelan, "Iya, gue juga yakinnya kayak gitu."

"Yaudah, kalo gitu gue ke kamar gue dulu deh. Mau belajar." Riyon mengusap kepala Eine pelan dan beranjak dari ranjang adiknya itu.

"Sok belajar lo,"

"Bacot."

Setelah meninggalkan kamar Eine, Riyon membatin. Pokoknya, Eine gak boleh jatuh cinta sama artis itu. Bisa-bisa, dia gegana terus nantinya. Ini gak bisa dibiarin.

-----

14 Februari 2015


Jasper!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang