Eine's POV
Hari ini adalah hari Minggu. Hari ini juga, hari ke-30 gue kerja sebaga manager Jasper. 2 minggu pertama, gue memang bahagia banget bisa kerja sebagai manager Jasper. Tapi 2 minggu selanjutnya? Jangan ditanya! Gue udah gak tahan lagi!
Rasanya, mau pinjam mesin waktu Doraemon. Gue pengen ke masa depan, saat gue udah gak jadi manager Jasper lagi. Pokoknya, dunia wajib tau, kalau Eine Dame benar-benar tersiksa!
#1000KoinUntukEine
#StayStrongEineDame
Tolong semangatin gue dan kalau bisa, jadiin hastag itu Trending Topic.
Drrrt..Drtt..
Gue langsung mengambil ponsel gue yang gue letakkan di atas meja, begitu mendengar suara getarannya.
Ternyata, Jasper yang menelpon.
"Panjang umur lo. Baru aja digunjing, udah nongol." gumam gue.
Tanpa berlama-lama, gue langsung mengangkat panggilannya. "Halo?"
"Tolong ke apartemen gue, ambil dompet yang ada di atas meja di kamar. Abis itu, anter ke cafe' deket lokasi pemotretan yang minggu lalu."
Tut tut tut.
Sambungan terputus begitu aja, setelah dia ngomong serentet kalimat perintah.
"Okay, bos besar. Gue turutin apa mau lo," ujar gue dengan geram ke arah ponsel. Katakan gue gila, tapi gue emang lagi kesel sekarang! Rasanya mau makan orang!
Setelah berpamitan ke Bunda --dengan cara berbohong tentunya-- gue langsung pergi ke apartemen Jasper.
Soal password pintu? Gue udah tau. Okay, Jasper emang pinter. Tapi entah kenapa, dia agak bodoh dalam memilih password pintu apartemen. Gila aja, dia pakai tanggal lahirnya untuk dijadiin password. Padahal, dia 'kan aktor terkenal! Tanggal lahir dia terpampang nyata di internet! Kalo ada yang menyelundup masuk gimana coba? Halah, like i care lah.
Sesampainya di apartemen Jasper, gue langsung menuju ke kamarnya.
Srek.
Tunggu.
Apa itu?
"Eng-- siapa disitu?" Gue mencoba mendekati sumber suara. Jujur, gue cukup deg-degan saat ini.
Gimana kalau itu maling?
Dengan sigap, gue ambil sapu yang memang diletakkan di dekat pintu dapur, dan mengendap-endap masuk ke dapur. "Siapa disana?"
Tiba-tiba, seseorang muncul dari balik meja. "Gue," jawabnya.
"HUAAAAAAAAAA!!" Refleks, gue memukuli orang itu dengan sapu yang gue pegang.
"Rasain lo! Dasar maling!"
"Woy, stop!" pinta orang itu.
"Gak bakalan gue lepasin lo!"
"Gue bukan maling, kampret!"
Gue masih terus memukuli orang itu dengan membabi-buta. "Heh, mana ada maling ngaku! Ntar polisi jadi pengangguran semua!"
"Ini gue, Jackson." Satu kalimat dari orang yang sedaritadi gue pukulin ini, sukses membuat gue langsung membeku.
"J-Jackson?" Gue memperhatikan cowok di hadapan gue ini. Mukanya memerah, ntah karena kesakitan, atau karena kesal.
Ya, dia beneran Jackson.
"S-sorry."
"Ck! Lagian, lo main pukul aja." Jackson melangkah meninggalkan gue, dan memilih untuk duduk di sofa ruang tengah.
Gue ikut duduk di samping Jackson, menatapnya dengan melas. "Maafin gue, dong. Ya, ya, ya?"
"Iyadeh, iya."
"Ngomong-ngomong, ngapain lo disitu tadi?" tanya gue sambil menunjuk dapur.
"Nyari makanan." jawabnya santai.
"Yaelah, emang di tempat lo gak ada makanan?"
"Enggak. Eh, lo sendiri ngapain ke sini?" Gue langsung menepuk jidat. Baru inget, tujuan awal gue 'kan mau ambil dompet Jasper!
"Gue disuruh ngambil dompet Jasper." Gue langsung lari ke kamar Jasper. Setelah mendapat barang yang gue cari, gue kembali keluar dari kamar Jasper.
"Ketemu?" tanya Jackson.
Gue melambai-lambaikan dompet di tangan gue, sambil tersenyum bangga. Tanpa sengaja, selembar foto terjatuh darj dalam dompet itu.
Syahqila ❤ Jasper
Itu yang tertulis di belakang foto itu. Gue mengambil foto itu dari lantai, melihat bagian depannya.
"Ini 'kan manager lamanya Jasper." gumam gue.
Wajar gue tau kalau itu manager lama Jasper. Secara, gue dulu fans berat Jasper. Semua informasi tentang Jasper gue gali. Tapi, ini pertama kalinya gue tau kalau Jasper pernah punya hubungan dengan manager lamanya.
Di foto itu, mereka kelihatan sangat romantis. Jasper merangkul pundak cewek bernama Syahqila itu dengan mesra, sambil mencium pipi cewek itu. Sedangkan cewek itu, ia hanya melihat ke arah kamera sambil tersenyum senang.
"Itu mantan pacar kakak gue."
Jackson berjalan mendekati gue, dan ikut melihat foto kecil yang gue pegang. "Ternyata, fotonya masih disimpan."
"Mereka kapan putus?" Tatapan gue masih terpaku di foto itu.
"Udah lumayan lama. Jarak umur mereka cukup jauh. Hubungan mereka baik-baik aja, tapi tiba-tiba Syahqila ngasih undangan pernikahan ke Jasper."
Gue langsung menoleh ke arah Jackson dengan tatapan kaget. "Dia nikah sama orang lain?"
Jackson mengangguk. "Waktu itu, Jasper sedih banget. Dia pergi semaleman, gak tau kemana."
"Ng-- apa mungkin, Jasper masih cinta sama orang ini sampai sekarang?"
"Mungkin."
Deg deg deg.
Tuhan, entah kenapa rasanya sakit. Apa mungkin gue jatuh cinta sama Jasper? Bukan cinta dari fans ke idola, tapi cinta dari seorang perempuan ke laki-laki.
Apa mungkin?
"Eine?"
Panggilan Jackson membuat gue langsung sadar kembali dari lamunan gue. Gue sedikit menggelengkan kepala, sekedar untuk menepis pikiran aneh yang ada di otak gue.
"Kenapa, sih?" tanya Jackson.
"Eh? Gak papa kok."
Jackson mengangguk, "Katanya lo mau anterin itu ke Jasper, 'kan?"
Gue menepuk jidat. Duh, hari ini gue rada error kayaknya. "Makasih ya, udah ngingetin." Tanpa berpamitan, gue langsung capcus untuk mengantar dompet Jasper.
Sampai di ambang pintu, Jackson mengucap satu kalimat yang sukses membuat gue terdiam.
"Gue yakin, lo pasti jatuh cinta sama dia."
"Masalahnya, gue gak yakin." jawab gue dalem hati.
Tanpa membalas ucapan Jackson, gue kembali melanjutkan langkah gue. Gue gak mau Jasper ngoceh-ngoceh karena gue telat antar dompetnya.
Oh iya, tolong inget satu hal: Gue gak mungkin jatuh cinta sama si songong itu!
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasper!
RandomJasper emang kelihatan baik banget kalo lagi di layar kaca. Tapi apa di dunia nyata juga begitu? Jawabannya, enggak. Mungkin ini yang orang-orang sebut dengan 'Serigala Berbulu Domba'