Tujuh!

178 14 2
                                    

Seperti biasa, Eine berangkat sekolah bersama Riyon dan Abel. Sesampainya di sekolah, Eine langsung menuju ke tempat biasa para Jaspal berkumpul. Ternyata, semua member-member lain sudah menunggunya di sana.

"Kak Ine, kok kemaren gak ikutan kumpul, sih?" tanya Yara begitu Eine sudah duduk manis di hadapannya.

"Hehe, maaf ya. Gue kemaren ada urusan. Oh iya, gue juga mau bilang sesuatu ke kalian."

Mendengar perkataan Eine, para member tentu saja penasaran dan langsung menyerbu Eine untuk segera memberitahu apa yang ingin dia katakan.

"Ng, sebelumnya gue minta maaf sama kalian. Maaf kalo gue ngasih tau ini mendadak."

Eine menghela nafas sebentar dan melanjutkan perkataannya, "Mulai sekarang, gue keluar dari club ini. Gue gak berhenti ngefans sama Jasper, kok. Tapi gue rasa gue gak bakalan sempet buat ikutan club ini lagi. Gue minta maaf," Ujar Eine dengan nada bersalah.

"Terus, sekarang ketua club kita siapa?" Tanya salah satu member. Eine tersenyum dan langsung menunjuk Meriza, salah satu member club Jaspal yang merupakan murid kelas 3.

"Kak Meriza."

Meriza ikut menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan bingung sekaligus kaget. "Lah, kok gue?"

"Soalnya Kakak paling tua di sini. Ine yakin, Kakak bisa ngurus club ini dengan baik." Mendadak suasana jadi haru. Semua saling berpelukan dan tentu saja Eine yang jadi rebutan untuk dipeluk.

Eine tertawa dalam tangisannya, "Udah ah, jadi menye-menye gini." Yang lain pun ikut tertawa dan mereka menghapus airmata yang membuat wajah mereka cukup lembab.

"Gue pergi duluan ya," pamit Eine.

"Sering-sering mampir sini ya, Ne." Eine mengacungkan jari jempolnya dan segera meninggalkan para Jaspal.

-----

"Ne, pulang sekolah nanti gue ada pemotretan. Lo ikut ya." perintah Jasper.

Eine menganggukkan kepalanya dengan semangat dan mata yang berbinar-binar. Jasper hanya tersenyum kecil melihatnya dan lanjut mencatat apa yang sedang dijelaskan guru.

"Duh, tangan gue pegel banget kebanyakan nyatet. Catetin nih," Jasper menggeser bukunya ke arah Eine dan menyodorkan penanya ke Eine. Seolah terhipnotis, Eine langsung melaksanakan perkataan Jasper tanpa mengucapkan satu katapun.

Jasper mengambil earphone dari tasnya dan menyambungkan ke ponselnya. Jasper mulai menejamkan matanya dan kepalanya bergerak mengikuti irama. Diam-diam, Eine memperhatikan wajah Jasper yang sedikit mendongak ke atas. Dari bawah, Eine bisa melihat lubang hidung Jasper yang mancung itu.

Banyak upil, batin Eine dalam hati.

Eine terkikik geli entah karena senang berada di samping Jasper, atau karena lucu melihat lubang hidung Jasper. Eine juga gak tau. Ia memilih untuk lanjut mencatat di buku Jasper sambil sesekali melirik Jasper yang sepertinya mulai terlelap.

Eine mengambil ponsel dari saku seragamnya. Diam-diam ia mengarahkan kamera ponselnya ke arah Jasper yang sedang tidur. Sialnya, flash dari kamera ponselnya lupa ia matikan.

Cekrek.

Lengkap. Bahkan selain blitz, suara kamera ponselnya juga hidup.Double sial

Jasper mengerjapkan matanya. Matanya yang masih sedikit merah menatap Eine bingung, seolah bertanya 'Cahaya apa tadi?' Eine hanya menjawab  dengan cengirannya.

Takut-takut Eine kembali menoleh kedepan, berharap Pak Sugeng tidak menyadari kejadian barusan. Tapi sepertinya takdir berkata lain. Pak Sugeng saat ini sedang menatapnya dengan tatapan horror.

Jasper!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang