"Ne, tolong ambilin gue minum dong."
Ya, gue masih di apartemen Jasper, setelah hampir 2 jam berlalu. Ini sudah hampir jam 5, dan Jasper belom ngizinin gue untuk pulang.
"Ne, denger gak, sih?"
"Iya, bawel." Gue langsung beranjak menuju dapur dan mengambilkan minuman untuk Jasper.
"Gak mau air putih," tolak Jasper, waktu gue ngasih dia segelas air putih. Okay, sabar Eine. Ini belom apa-apa.
"Maunya apa?" tanya gue, berusaha sabar.
"Bikinin jus alpukat, dong."
Sabar Eine, sabar.
Gue kembali ke dapur. Gue membuka kulkas berukuran lumayan besar yang ada di sana, untuk mengambil alpukat. Tapi, gue gak ngeliat ada alpukat di sana.
"Jas, gak ada alpukat ya?" tanya gue dari dapur. Jasper gak menyahut, tapi gue bisa dengar tawanya dari sini. Entah, teratawa karena acara di TV atau karena berhasil mengerjai gue.
"Jas, alpukatnya dimana?" tanya gue lagi.
"Dj jonggol." jawabnya asal. Gue menutup mata sambil menghela napas gue, berusaha untuk tetap sabar.
"Gue serius,"
"Beli di pasar, sana!" Gue langsung berjalan ke ruang tengah apartemen Jasper, dan menatap tajam ke arah Jasper sambil berkacak pinggang.
"Lo nyuruh gue ngapain?"
"Beli alpukat di pasar." jawab cowok itu, tanpa mengalihkan pandangannya dari TV.
"Jas, ini udah sore. Pasar juga udah tutup." Gue ikut duduk di sofa yang ditempati Jasper, tapi kali ini dengan jarak normal. Gak terlalu dekat kayak tadi.
"Yaudah, toko buah 'kan banyak."
Jasper menoleh dan lanjut bicara. "Pergi sekarang, Eine Dame."
"Iya, bawel." Berbekal perasaan kesal, gue keluar dari apartemen Jasper dan pergi ke toko buah terdekat untuk beli alpukat.
Dengan langkah gak ikhlas, gue menaiki taksi kosong yang kebetulan baru saja mengantar seseorang ke gedung ini.
"Pak, ke toko buah terdekat ya."
Supir taksi hanya mengangguk dan menjalankan mobilnya. Gue merogoh tas kecil yang gue bawa, untuk mengambil dompet.
Sialan, duit gue cuma 50.000. Mana cukup buat bayar taksi, sekaligus beli alpukat. Apalagi, kalau beli di toko buah 'kan pasti lebih mahal daripada di pasar.
Duh, gimana ya.
"Eng-Pak, saya lupa bawa uang nih." Supir taksi itu menatap gue dari kaca spion, dan detik berikutnya ia menepikan mobilnya.
"Mau bayar pakai tubuh, atau mau berhenti disini?" Gue bergidik ngeri, hih! mana mau gue bayar pake tubuh. Dasar om-om mesum!
Tanpa berkata apa-apa gue langsung keluar dari taksi itu dan membanting pintunya, membuat supir taksi itu membuka jendelanya dan mengeluarkan tangannya dari jendela. Jari tengahnya mengacung, lalu mobil itu kembali melaju, ninggalin gue disini.
Karena kesal, gue nendang kaleng bekas yang ada di dekat kaki gue. "Dasar om-om mesum, belagu!" Umpat gue.
Guk Guk.
Dan yeah, sialnya lagi, kayaknya kaleng yang gue tendang berhasil mendarat di kepala seekor anjing liar. Anjing itu berlari mendekati gue, membuat gue ikutan lari juga menjauhinya.
Entah kemana, yang penting gue harus selamat dulu dari anjing sialan ini. God please, gue belom mau mati muda karena anjing. Gue masih mau nikah, kawin, bikin anak, punya anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasper!
AléatoireJasper emang kelihatan baik banget kalo lagi di layar kaca. Tapi apa di dunia nyata juga begitu? Jawabannya, enggak. Mungkin ini yang orang-orang sebut dengan 'Serigala Berbulu Domba'