Detak jarum jam dinding di ruangan entah kenapa gak sekeras biasanya. Lembut, pelan sekali bergeser dari detik ke detik, menit demi menit. Angin berhembus biarkan sejuk gantikan suasana ruang yg dinginnya menusuk
Ada sesuatu yg berubah.
Ada tembok yg runtuh, berserakan- without hurting anyone, no one.
Untuk sekian kali setelah beberapa lama, air mata milik bola mata luas itu basah. Ibarat bendungan air terjun yg jebol, mengalir sampai tetesannya menggenangi beberapa titik lantai di bawah.
Felix akhirnya lepaskan semua yg sudah lama dia simpan. Yg selalu enggan buat ditunjukkan ke siapapun-karena dia nggak mau dipandang lemah, dia sendiri tapi nggak lemah. Sisi yg ternyata 2x lipat lebih rapuh dari Changbin yg mudah sekali nangis orangnya.
Dia sadar.
Bahkan setelah yg terjadi masa itu, yg cuma pakai kalimat pun gak mampu memulihkan sakitnya hari itu. Yg seolah gak ada lagi hal yg bisa bantu dirinya damai dan kembali membaik, melupakan dan hidup yg benar-benar hidup.
Bahkan setelah itu semua, dia baru sadar.
Yg dia mau adalah dengar kata maaf tulus dari changbin.
Bukti yg lebih tua menyesal, bukan karena nyesal pernah melewatinya dengan Felix melainkan karena menyakiti anak itu, karena pernah jadi orang jahat padanya. Karena itu.
Apa yg dilakukan changbin memang gak bisa dimaafkan. Entah kapan bakal berdamai dan menerima secara lapang. Entah obatnya apa, entah diobati bagaimana.
Felix juga salah, dia sadar.
Tapi luka disini, hadir atas perlakuan Changbin hari itu yg seolah membuangnya.
Tapi, Felix cuma mau dengar kata maaf.
Bahkan setelah bertahun-tahun, dia cuma perlu maaf sederhana untuk luruhkan semua marah dan benci itu.
Diantara Isak Changbin yg belum juga reda, kedua tangan ramping Felix terangkat. Berikan pelukan ke yg lebih tua, erat. Tenggelamkan dirinya di antara leher dan bahu cowok itu, biarkan isakannya mengalahkan keras suara punya Changbin.
Bisa ngerasain pelukan Felix melingkar di tubuhnya tak ayal buat raung Changbin menjadi.
"Fel- Felix...", Dia kesendat, "Aku mau peluk, mau dipeluk"
Dia mau direngkuh.
"Maaf, maaf... Lee Felix, aku minta maaf"
"Kak, aku nggak punya siapa-siapa buat dipeluk- jangan dilepas, don't let me go- pelukannya jangan dilepas lagi"
"Jangan tinggalin lagi-jangan, Felix nggak punya siapa-siapa"
"Aku sendirian, selalu sendiri. Gak punya orang lain, gak ada"
Demi kalimat yg cowok itu ucapkan, kepala Changbin mengangguk berkali-kali tanpa henti. Lantas setelahnya, biarkan merunduk dalam, makin eratkan lingkar lengannya di area perut cowok itu, lebih dari sekali tersedak karena tenggorokannya tercekat.
Semburat samar sunrise masuk lewat celah jendela dapur, biarkan beberapa detik lewat sebelum bilah sinar lainnya masuk ke sebagian area rumah di sela-sela terkecil yg terkena matahari.
Satu mengenai keduanya.
Nggak ada yg bergeming. Mereka masih tetap diam seperti posisi sejak berjam-jam lalu. Hanya kali ini, Felix sudah gak mampu tahan bobot badannya sendiri hingga merosot terduduk, tersandar di dinding belakang masih memeluk sosok di hadapan. Dengan Changbin tenggelamkan diri di perut yg lebih muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
raison d'être ⚘ | changlix
Diversoscover: amerihanknow from twitter Changbin bangun lebih pagi dari biasanya hari itu, kaget mendapati sesosok cewek asing berdiri di sudut kamar apartemennya. "What the-" "POKOKNYA DADDY ABIN HARUS BAIKAN SAMA PAPA FELIX!!!" "-actual fuck?!" ◈ ━━━━━...