BAGIAN 53

55 3 0
                                    

Satu Minggu setelah kejadian malam itu, lebih tepatnya setelah berakhirnya hubungannya dengan Nida.

Aldi kini hanya berdiam di rumah, merawat Laras yang sakit empat hari terakhir. Aldi sudah tidak peduli lagi akan penampilannya, yang ia prioritaskan Sekaran adalah kesehatan Laras.

Tidak jarang Aldi mendengar Laras mengigau saat tidur dan melantur saat sedang melamun. Hati Aldi menjadi semakin rapuh melihat hal itu.

"Bunda cepet sembuh ya?" Aldi membelai dengan lembut kening Laras yang tertidur.

"Bunda kangen ayah ya?" Tanya Aldi meski ia tahu bundanya itu takkan menjawabnya.

Menit berikutnya Laras terbangun. "Abang," lirih Laras.

"Bunda masih pusing? Haus ya? Abang ambilin minum, tunggu sebentar."

Saat Aldi hendak bangkit, Laras mencekal pergelangan tangan putranya itu. Ditatapnya dengan lamat wajah putranya yang tak terurus.

"Abang gak mandi berapa hari?" Tanya Laras spontan.

"Baru dua hari bunda, Abang mau nemenin bunda aja gak mau mandi." Jujur Aldi.

Laras menggeleng. "Bunda udah sehat, sekarang waktunya Abang yang istirahat."

***

Surai hitam milik Nida menari tertiup angin malam yang dingin, kedua matanya menatap kosong ke langit lebih tepatnya menatap rembulan diatas sana.

"Lo pernah bilang, Lo akan selalu jadi bulan bagi bintang. Lo, Lo gak salah. Keputusan Lo, keputusan kita untuk berakhir itu gak salah." Nida menatap bulan dengan sayu.

Rasanya curang, saat Nida sudah tidak memiliki lagi 'Bulan', justru langit dengan anggunnya memperlihatkan purnama yang cantik.

"Gue... Kangen bulannya gue."

Sekelebat bayangan kembali muncul. Kenangan saat mereka berada di danau, saling melengkapi.

"Gue percaya sama janji Lo, janji yang katanya gak akan pernah lepasin gue. Tapi nyatanya takdir mau kita pisah. Gue gak baik-baik aja sebenernya, tapi gue harus bisa."

Bermonolog sendiri membuat Nida semakin yakin, bahwa hari esok pasti akan lebih bersinar lagi.

Meski kepalanya sedang dipenuhi pikiran yang tak berujung serta pertanyaan yang tak terjawab tapi Nida tetap berusaha tegar.

"Non, kok malem-malem gini diluar sih?" Bu Murti dengan piyamanya berjalan menghampiri Nida.

Nida tersenyum menatap bi Murti yang sudah menemaninya sedari kecil.

"Nyari udara seger, Bi. Bi Murti sendiri kok belum tidur?"

"Ya, dari tadi bibi tungguin non buat masuk, eh gak masuk-masuk jadi bibi samperin. Non lagi ada masalah? Bisa cerita ke bibi saja." Bi Murti dengan sayang mengusap punggung Nida.

Nida tersenyum lantas menjawab, "Nida gak apa-apa, Bi. Tidur yuk udah malem."

Sebenarnya, ingin sekali Nida berkeluh kesah, tapi Nida tidak mau membebani orang lain.

***

Pagi hari Nida sudah dikabarkan dengan keberangkatan Devan ke Belanda kembali. Dan karena kabar itu pikiran Nida kembali ditarik pada pertanyaan tentang Devan.

NIDA ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang