6 bulan kemudian
Disinilah Nida sekarang berada, tempat peristirahatan terakhir setiap jiwa yang pergi.
Sudah menjadi rutinitas tak tertulis bagi Nida untuk datang ke sini, menggantikan Aldi yang pergi ke kampung halaman sang bunda untuk memulai hidup baru disana.Seminggu setelah hubungannya dengan Nida selesai, Aldi memutuskan untuk pindah kota bersama Laras. Mereka menghilang tanpa kabar.
Nida menatap nisan yang bertuliskan nama Fatih, ia meletakkan bunga yang dibawanya disana.
"Minggu ini Nida datang lagi, Om. Maaf udah buat Om jauh dari keluarga. Bunda Laras sama Aldi ngilang gitu aja. Kata Rey, mereka pindah ke Bogor." Nida berusaha tegar.
Entah, bagi Nida mendatangi makam Fatih adalah keharusan. Jika bukan ia maka makam ini pasti tidak ada yang berziarah. Nida datang seminggu sekali setiap hari Sabtu.
"Minggu depan udah kelulusan, Om. Nida seenggaknya pengen ketemu sama Aldi sekali lagi, buat selesai in apa yang udah kita mulai." Dengan perlahan lengannya mulai terulur untuk memperbaiki posisi bunga yang tadi ia simpan.
Helaan nafas terdengar dari bibir kecil gadis itu. Sejujurnya ia sudah merelakan segalanya, bagaimanapun takdir membawanya ia sudah bisa menerima semua itu. Tapi satu keinginannya, untuk terakhir kalinya ia ingin bertemu dengan Aldi. Lelaki yang sudah pernah mengisi sebagian hatinya, yang menorehkan berbagai kenangan dalam ingatannya, mereka belum sepenuhnya selesai.
Seseorang yang sedari tadi menunggu Nida dibelakang gadis itu kini beranjak mendekat, ia ikut berjongkok disebelah Nida.
"Pulang, udah mau hujan." Ujar Roni lembut seraya membantu Nida berdiri.
Nida pun mengiyakan, mereka kini perlahan berjalan menjauh dari nisan. Namun saat sampai diparkiran keduanya dibuat terkejut saat hujan tiba-tiba turun dengan deras. Mau tidak mau mereka harus meneduh terlebih dahulu disebuah warung terdekat. Roni hanya membawa motor, tidak mungkin dirinya nekat membonceng Nida ditengah hujan deras bukan?
Selama 6 bulan ini Roni selalu berada disamping Nida apapun keadaannya. Lelaki jangkung itu seperti enggan meninggalkan gadis yang masih menjadi prioritasnya itu sendirian. Meski ia tahu bahwa perasaannya tidak terbalaskan tapi tetap saja lelaki itu sangat ingin menjaga Nida.
"Aldi?" Ditengah gemuruh suara rintik hujan yang bertabrakan dengan atap warung celutukan itu membuat Roni yang berada disebelahnya terdiam padahal ia sedang memakaikan jaket pada Nida.
Sedangkan Nida, gadis itu memfokuskan pandangannya pada siluet seseorang ditengah derasnya hujan. Siluet seseorang yang sangat ingin ia temui, berdiri ditengah hujan membuat badannya basah kuyup. Nida tidak yakin apa benar itu Aldi atau orang lain, pandangannya terhalang derasnya hujan.
Roni yang juga melihat siluet itu terpaku, ada rasa gelisah dalam dadanya. Tapi dengan segera ia tersadar, kini lengannya beralih untuk mengusap bahu Nida.
"Tenang, Lo pasti kecapean. Aldi gak mungkin disini," ujarnya mencoba menenangkan bahu gadis itu.
"Tapi, dia Aldi kan? Itu tadi makamnya om Fatih, kemana dia sekarang?" Nida yang sudah tidak menemukan sosok itu pun celingak-celinguk mencari, namun nihil ia tidak dapat melihat apapun kecuali rintik hujan.
'Kalau kamu emang mau selesai, kita harus selesai baik-baik, Al. Jangan siksa aku lebih lama dengan rasa ini.' Batin gadis itu.
***
"Lo langsung masuk, mandi air anget, jangan sampai sakit. Kalau ada apa-apa hubungi gue ya?" Roni dengan khawatir berujar seraya membenarkan anak rambut Nida yang acak-acakan karena basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIDA ( END )
Fiksi Remaja"Berhenti main main! Gue pengen serius." Tukas Aldi dengan wajah seriusnya, tanpa ada sedikit unsur candaan. Ia nampak sedikit gusar sebab wanita dihadapannya ini tak pernah menganggap ucapannya serius. Nida sedikit ketakutan saat laki laki didepann...