Kini Nida merasa dirinya sudah tidak memiliki beban lagi. Segala hal yang ingin ia ketahui tentang dirinya sudah terjawab oleh Devan sendiri. Kondisi Devan berangsur membaik selama 6 bulan ini. Nida juga sudah bisa berdamai dengan Aldi dan segala sesuatu tentang mereka di masa lalu.
Sebulan lalu, Aldi datang menemuinya. Lelaki itu muncul setelah kepergiannya selama 6 bulan untuk menyelesaikan masalalunya.
"Maaf, gak seharusnya gue kasar waktu itu." Lelaki itu menunduk.
"Gak masalah, gue paham posisi Lo. Pasti berat. Maaf karena buat kekacauan di keluarga Lo, Al." Dengan lembut Nida menggenggam lengan Aldi
Aldi tertawa, tapi tawa itu seperti tawa yang menyakitkan. "Jadi kita selesai ya?"
"Maaf, Al. Aku gak mau terus ngerasa bersalah." Nida rasanya ingin menangis.
"Hey, don't cry. Gue juga gak bisa kalau kita masih sama-sama, karena gue rasa gue bakal terus keinget kejadian kemarin. Tapi Lo harus tau, ini semua bukan salah Lo, ini cuma terjadi karena keberanian Lo. Gue bangga sama Lo."
"Maaf gak bisa jadi bulan buat Lo lagi. Semoga Lo bahagia dan selalu ceria. Maaf karena bukan gue jalan Lo bahagia." Aldi melepas genggaman tangan Nida. Ia segera mengambil Bebi yang berada dalam pelukan gadis itu.
"Kita selesai baik-baik. Jadi masa lalu yang buruk itu, hapus dari ingatan Lo."
"Lo juga harus bahagia, Al."
Begitulah, percakapan mereka untuk terakhir kalinya sebelum Aldi kembali pergi ke kampung halaman sang ibu untuk memulai hidup baru mereka disana.
Nida juga telah membuka lembaran baru dalam hidupnya. Gadis itu tengah menunggu seseorang di taman dekat rumahnya.
Tak lama suara lonceng sepeda membuat gadis itu memalingkan wajahnya, menatap seseorang yang sedang mengayuh sepeda kearahnya dengan semangat.
Senyuman mengembang di wajah gadis itu. Tangannya terangkat untuk melambai.
"Lama banget sih, Ron?" Ujarnya kala orang itu sudah berada dihadapannya.
Dia adalah Roni. Seseorang yang selalu menemani dirinya selama satu bulan ini, menghadapi kesedihannya, membantunya untuk memulai hidup baru. Dan membantu Nida untuk melupakan masa lalunya. Roni yang menunggunya masih dengan hati yang sama sesuai janjinya.
"Nid, gue bakal lamar Lo nanti, siap-siap aja ya!" Teriak Roni dari sepedanya yang tertinggal dari Nida.
Perkataan Roni mampu membuat Nida memperlambat laju sepedanya. "Enak aja! Gak! Gue mau sukses dulu biar hidup gue gak melarat!" Dengan segala candaan ia dan Roni saling mengejar satu sama lain mengelilingi taman komplek.
"Awas aja Lo, gue nikah sama orang lain jangan nangis ya Lo!" Teriak Roni.
Nida tertawa saja mendengarnya, gadis itu bahkan sampai oleng dan terjatuh dengan keras.
Roni yang panik segera menghampiri gadis itu. Ia membantu Nida untuk bangkit. Mengelus punggung gadis itu dengan lembut.
"Hati-hati jangan bikin gue jadi duda sebelum nikah!" Peringat Roni ditengah kesakitannya Nida.
"Roni! Badan gue lagi sakit ini, Lo malah ngelantur!" Kesal gadis itu seraya menepis lengan Roni yang tengah mengelus itu.
"Heh, kalau bukan sama gue, Lo mau nikah sama siapa?"
"Gue cantik! Banyak yang ngantri buat nikah sama gue!" Balas Nida tak terima.
"Tapi bokap Lo maunya gue yang jadi mantu, gimana dong?" Dengan nada jahil Roni mengedipkan sebelah matanya juga.
Siapa yang tidak kesal melihat tingkah manusia satu ini. Mentang-mentang sudah mendapat restu dari Devan ya begini jadinya. Ternyata Roni yang bucin sangat tidak berwibawa. Dia jadi bisa lebih gila dari Aldi yang dulu.
"Siapin dulu Lamborghini sama Ferarri, baru boleh. Kalau berani." Tawa keduanya terdengar sangat keras disepanjang jalan.
"Gue tamatin S1 gue dulu deh, baru bisa gue bawa rombongan." Gelaknya lagi.
***
Fathur, Faisal, Reyhan, Roni dan Nida berdiri memutari nisan yang bertuliskan nama sahabat mereka. Namira. Gadis periang itu harus menelan pil pahit kehidupan, ia menderita leukemia akut tanpa seorang pun tahu. Siapa sangka gadis seceria itu mengidap penyakit yang serius.
Namira benar-benar seniman yang handal dalam skenario hidupnya sendiri.
Hari ini, mereka semua akan mencoba melepaskan semua kenangan indah mereka untuk memulai hidup baru. Mengikhlaskan berbagai penyesalan atas kecerobohan mereka yang acuh pada kondisi Namira selama ini.
"Ra, andai gue tau lebih awal. Lo, pasti masih bareng sama kita disini." Itu kata Fathur yang sering terulang dari bibir manis lelaki itu.
"Ra, disana gak ada yang nyakitin Lo lagi kan, gak kaya kita semua disini. Maaf ya, Ra. Lo bahagia ya disana kita bakal ikhlasin kepergian Lo." Faisal, lelaki yang selalu mengejek itu tampak sangat serius, tentu saja calon dokter satu ini harus tampak berwibawa.
"Ra, maaf gue yang sempet nahan Lo buat pergi karena gue gak mau sendirian disini sama mereka. Padahal Lo harusnya bisa bahagia lebih cepet, maaf karena itu, Lo sahabat terbaik sama kayak Lala yang sekarang sombong di USA. Makasih, Ra. Makasih karena udah jadi kuat buat kita, buat gue dan Lo sendiri. Gue, ikhlas.. bahagia ya Ra," diiringi Isak tangis, Nida tidak sanggup menahan air matanya.
Roni yang mendapati Nida menangis langsung sigap merangkul gadis itu, pun dengan temannya yang lain.
"Sesuai janji kita sama Lo, kita bakal jagain Nida dan hubungan persahabatan kita ini." Kali ini Rey yang bersuara, sebab dari tadi lelaki itu hanya menangis dan terdiam.
Inilah akhirnya. Persahabatan yang membutuhkan pengorbanan. Kepergian Namira untuk selama-lamanya dan kepergian Aldi untuk memulai hidup baru menyisakan pelajaran untuk saling terbuka dan menjaga diantara mereka.
Mereka saling menguatkan.** Tamat **
***
Nyatanya ikhlas itu bohong.
Gimana bisa ikhlas kalau demi bahagia harus relain kepergian Lo, Ra.
Gue gak yakin bakal ngerasain lagi rasanya jatuh cinta kaya yang dulu gue rasain buat Lo.Gue selalu disini, sebagai pesawat kertas yang selalu ingin dekat sama Lo diatas langit sana.
-Fathur untuk cintanya-
***
Akhirnya setelah sekian abad, hehe, cerita ini resmi aku selesaikan. Meski ada beberapa bagian yang belum jelas gimana ceritanya. Soalnya keburu lupa alur saking ngelumutnya ini cerita. Huhu sedih karena mungkin readers cerita ini udah pada minggat semua, karena kelamaan update.
Makasih buat yang udah baca cerita ini sampai ending.
Jujur puas dengan endingnya?
Aku sih jujur enggak. Hehe tapi gimana lagi. Pengennya ending.
Sekali lagi, terima kasih.
Kasih saran-sarannya di comment yah.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIDA ( END )
Teen Fiction"Berhenti main main! Gue pengen serius." Tukas Aldi dengan wajah seriusnya, tanpa ada sedikit unsur candaan. Ia nampak sedikit gusar sebab wanita dihadapannya ini tak pernah menganggap ucapannya serius. Nida sedikit ketakutan saat laki laki didepann...