BAGIAN 15

110 8 2
                                    

Nida sudah bersiap dengan pakaian sekolahnya, hari ini Nida akan kembali masuk sekolah setelah tiga hari ia izin karena sakit. Meski awalnya Devan melarang Nida untuk pergi ke sekolah, namun pada akhirnya Devan memperbolehkan.

Nida menuruni setiap anak tangga dengan hati hati. Luka di kakinya sudah hampir mengering, namun hingga kini luka itu masih tetap ditutupi oleh perban dengan sangat rapi.

Sudah tiga hari pula Nida tidak menjenguk Lala dirumah sakit. Devan selalu saja melarang dengan tegas dan keras tiap kali Nida meminta izin untuk pergi ke rumah sakit. Alasannya cukup sederhana, Devan hanya tidak mau Nida jatuh sakit.

Sikap Devan yang terlalu berlebihan terkadang membuat Nida jengah, dimana ia selalu dilarang, dilarang, dan dilarang oleh Devan. Devan hanya terlalu mengkhawatirkan keadaan Nida, bahkan segala sesuatu yang Nida lakukan harus atas dasar sepengetahuan Devan sendiri.
Maka tak heran jika Nida kerap merasa terkekang, dan atau ia sering merasa kesepian.

Setelah sarapan tadi, Nida langsung diantar pak Dudun ke sekolahnya. Dan seperti biasa jika sudah hampir dekat dengan sekolah Nida akan meminta pak Dudun untuk menurunkannya di halte dekat sekolah, memang sengaja tidak sampai parkiran karena Nida tidak ingin terlihat seperti anak manja.

Kini Nida berjalan menyusuri koridor kelas, kedua tangannya ia masukan kedalam saku jaketnya, dengan tas punggung yang hanya dikaitkan sebelah dan rambutnya yang ia biarkan tergerai begitu saja. Penampilannya pagi ini tentu saja mampu menarik perhatian setiap pasang mata yang ia lewati, ada banyak komentar yang Nida tangkap. Mulai dari komentar sinis hingga pujian, namun hal itu sama sekali tidak ia gubris, Nida mengabaikan semua perkataan mereka seolah baru saja mendengar berita lama. Hal itu terus Nida lakukan hingga ia tiba dikelas.

Nida mendudukkan dirinya diatas kursi sekolah, ia menyimpan tas nya dan membuka jaketnya. Ia melirik ke bangku disebelahnya yang kosong, tempat dimana Namira biasa mengganggunya. Emang sudah biasa jika Namira datang tepat saat absensi dimulai dan anehnya Namira hanya mendapat teguran meski Namira selalu datang terlambat.

"Nid." Panggil Fathur dan dengan cepat laku laki itu duduk di bangku Namira.

Nida menoleh sekilas, memejamkan matanya kemudian menarik nafas dalam dan membuangnya dengan lembut.

"Lo udah mendingan?" Tanya Fathur.

Nida hanya mengangguk singkat, pagi ini Nida masih malas untuk banyak berbicara. Jadi lebih baik Nida diam daripada marah marah pada orang yang terus bertanya seperti Fathur.

"Dari kemarin si Aldi gak masuk, dia sakit Nid." Ujar Fathur lagi.

Sumpah demi apapun Nida tidak bertanya  dan tidak ingi tahu, jika Aldi tidak masuk lalu hubungannya dengan Nida apa?
Dan lagi, katanya Aldi sakit, mendengar  itu Nida juga mulai khawatir.

"HM." Nida hanya berdehem sebagai respon nya pada Fathur.

Fathur tersenyum simpul mendengar respon dari Nida, memang benar kata Aldi bahwa Nida berbeda dari wanita kebanyakan yang selalu ingin dekat dengan Aldi, ya hampir sama lah dengan Namira. Hanya saja bedanya Namira masih bisa memberi respon lebih baik dari pada hanya gumaman tak jelas saja.

"Aldi sakit udah dua hari loh. Yakin gak mau jenguk?" Fathur mulai mendekati Nida, tangannya mencolek lengan atas Nida membuat Nida risih bukan main.

"Lo aja sana, ngapain ajak ajak gue." Nida menepis tangan Fathur.

"Ya udah sih bodo amat." Acuh Nida, yang sebenarnya tak benar benar tidak peduli.

Kalau Nida ingat ingat lagi, dua hari kemarin adalah hari dimana Aldi datang menjenguknya. Jika Aldi memang sakit, kenapa ia repot repot datang ke rumahnya hanya untuk membuat rusuh. Atau jangan jangan Aldi sakit karena kedinginan.

NIDA ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang