Suara sirine ambulan menjadi trauma bagi Aldi. Seperti malam itu, ia dan Laras dengan perasaan tak karuan berada didalam ambulans yang membawa Fatih menuju rumah sakit. Namun, kali ini Aldi tidak berada didalam ambulans. Melainkan berada diatas motornya, berkendara mengikuti ambulans menuju rumahnya.
Suara nyaring itu terus-menerus terulang dalam benaknya, membuat Aldi gelisah ketakutan.
Mobil ambulans berhenti tepat didepan rumah keluarga Hanjaya, para petugas langsung menurunkan peti mati berisi jenazah Fatih dan membawanya ke dalam rumah berduka.
Aldi memasukan motornya ke dalam garasi, penampilannya berantakan. Degup jantungnya berdetak tak karuan apalagi saat melihat Laras turun dari mobil dengan wajah pucat.
Ya, Fatih sudah meninggalkan Aldi dengan beban baru di bahunya. Ia meninggal setelah satu jam menjalani operasi pada jantungnya. Kepergian Fatih yang tiba-tiba itulah yang nantinya akan membuat kenangan menyakitkan dan trauma bagi Aldi.
"Bunda..." Lagi, Aldi mencoba untuk berbicara dengan Laras namun, tetap saja Laras diam membisu.
Hidup Laras juga pasti hancur, suaminya pergi saat ia tertidur maka dari itu Laras terlihat lebih pucat, karena tidurnya sudah tak pernah setenang dulu.
Aldi meringis, mau menangis pun rasanya sudah tak sanggup.
"Abang..." Kali ini atensi Aldi tertuju pada Aluna yang baru saja menghampirinya. Sebenarnya Aluna tidak pergi kemanapun, ia tetap berdiam diri di teras rumah itu.
Aldi berdecih lantas membuang mukanya. Ia segera beranjak pergi untuk masuk ke dalam rumah.
"Bang, tunggu! Luna minta maaf, ini gak bener terjadi kan? Ayah..."
"Ini semua ulah Lo, mikir!" Aldi dengan kasar menepis tangan Aluna.
***
Pemakaman Fatih berjalan dengan khidmat. Laras tidak menangis memang, namun tatapannya begitu kosong dan pasrah sesekali juga Laras bertindak gelisah.
Aldi juga sudah mengikhlaskan kepergian Fatih.Para pelayat sudah pergi, menyisakan Laras dan Aldi saja.
"Bunda, ini Abang." Aldi merangkul Laras yang terduduk sambil memeluk nisan sang suami.
Laras menoleh, lantas kedua tangannya membelai wajah Aldi lembut. "Anak bunda sayang, tunggu ya, bunda lagi bangunin ayah kamu." Ujar Laras tidak sadar.
Mendengar itu, tentu saja hati Aldi teriris. "Bunda, jangan gini. Pulang, yuk! Abang bakal temenin bunda terus. Abang janji."
Laras menggeleng. "Ayah kamu tidurnya lama banget, Bunda paksa aja kali ya?" Dan dengan spontan Laras berusaha menggali kembali tanah kuburan Fatih.
Sambil menangis, Aldi memeluk Laras erat, berharap semoga itu dapat menyadarkan Laras. "Bunda! Jangan kaya gini, Abang sedih liatnya, Bun!"
"Bang, bunda gak bisa, Bang." Lirih Laras, tangannya sudah tak menggali lagi.
"Pulang dulu, kita bicara dirumah ya, Bun?"
Dengan segera Aldi memapah Laras untuk bangkit dan segera pergi meninggalkan pemakaman.
"Yah, Abang sama Bunda pamit dulu ya? Lain kali kita pasti datang lagi."
***
Di rumah duka, Nida, Namira, Fathur, Faisal, Rey dan anggota Gledek sedang menunggu Aldi dan Laras kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIDA ( END )
Ficção Adolescente"Berhenti main main! Gue pengen serius." Tukas Aldi dengan wajah seriusnya, tanpa ada sedikit unsur candaan. Ia nampak sedikit gusar sebab wanita dihadapannya ini tak pernah menganggap ucapannya serius. Nida sedikit ketakutan saat laki laki didepann...