31. Wika Hamil

955 76 9
                                    

Duduk berhadapan dengan saudara sendiri tidak akan setegang ini, jika keduanya memiliki pemikiran yang sama dan saling mendukung satu sama lain.

Gerald masih mencari kesempatan untuk bicara, saat sang kakak malah sibuk dengan laptop. Pandangannya dengan Edgar terhalang oleh benda yang dijadikan lelaki itu sebagai objek sekarang.

Tangannya mengeluarkan kertas terbungkus plastik bening dari saku jas yang dikenakan. Gerald meletakkan benda itu di atas meja kerja Edgar, lalu menggesernya untuk bisa dilihat langsung oleh lelaki itu.

Edgar hanya melirik saja. "Undangan?" Kakaknya kemudian menghela napas. "Kelarin S-2 dulu."

"Udah nggak bisa, Wika hamil," balas Gerald.

Ya, seharusnya Edgar sudah tahu saat Gerald berani memberikan undangan tersebut.

Lelaki itu diam, rahangnya mengeras. Gerald sudah memprediksi ini sebelumnya, ia siap untuk menerima kemarahan Edgar.

Tidak ada kata mundur. Jika punya kesempatan mundur pun, ia tidak akan berbalik dan menyerah begitu saja. Keputusannya sudah bulat untuk menikah dengan Wika.

Tiga tahun menumpuk keberanian untuk menantang pendirian Edgar yang sangat keras—agar ia tidak menikah dengan Wika dan menjadi pewaris tahta sang kakek.

"Ini caramu?" tanya Edgar.

Gerald berusaha tenang. "Ge udah izin sejak lama, 'kan? Jadi nggak perlu kaget."

"Bukan kayak gini caranya, mau malu-maluin keluarga?"

"Orang-orang juga tahu kalau aku dan Wika udah siap nikah, udah tunangan tiga tahun," kesal Gerald, sambil mengangkat tiga jarinya untuk mengingatkan Edgar kalau sudah lupa.

Lawan bicaranya bungkam, seperti sudah tak ada lagi cara untuk mengalahkan tekad bulatnya untuk lebih serius lagi dengan Wika.

"Bawa Wika ke dokter. Cek lagi, siapa tahu salah." Edgar masih bersikeras.

Gerald menghela napas, menghempas punggung ke sandaran kursi. "Udah, deh, jelas-jelas Ge udah bikin."

"Serius?"

"Hm."

Untuk pengakuan ini, Gerald harus menahan malu sampai beberapa menit. Walau bagaimanapun, ini menyangkut privasinya sebagai seorang laki-laki normal.

Mengaku pada sang kakak yang sudah beristri sungguh sangat memalukan. Edgar pasti pernah merasakannya juga.

_______

"Kamu gila, ya?" Wika menatapnya murka. "Kenapa sampai bohong gitu ke Bang Edgar?"

Gerald malah memalingkan wajah ke arah lain. Andai dia punya cara, pasti sudah dilakukannya sejak lama. Keteguhan Edgar sulit dipatahkan.

Wika tidak akan tahu sekeras apa dia melawan keegoisan Edgar, hingga sampai ke titik ini, dan mendapatkan restu dengan mudah.

"Nanti juga bikin pas udah nikah," balas Gerald.

Lawan bicaranya terlihat kesal. "Iya, aku tahu, tapi nggak kayak gini juga. Kenapa sampai beralasan kalau aku hamil?"

Perempuan itu duduk di tempat tidurnya. Sejak menginjakkan kaki di kamar Wika, Gerald tidak mendapatkan sambutan hangat khas calon pengantin. Malah, wajah kurang enak sang tunangan yang sejak tadi menjadi pemandangan matanya.

"Terus, gue harus beralasan kalau gue yang hamil, gitu?" Gerald malah mengeluarkan kalimat yang membuat Wika tambah garang.

"Ge!" bentaknya. "Kamu gimana, sih? Kenapa nggak bilang aja kamu mau nikah sama aku. Gitu, kan, simpel! Nggak perlu bohong kalau aku hamil segala."

Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang