14: Pengakuan Gerald

4.5K 500 18
                                    

Keluar dari kelas setelah menyelesaikan ujian, mata Wika terkunci oleh satu sosok yang sedang bersandar di dinding sambil memainkan ponsel. Gerald. Di sekitar lelaki itu ada para mahasiswa lain yang sama sibuknya dengan gawai.

Lagi-lagi perasaan sedang diawasi merambat. Wika melirik sekitar yang benar saja beberapa dari mereka tengah memperhatikannya, yang kemudian pandangan berganti pada Gerald.

Memutuskan untuk beranjak tak akan menyelesaikan semua ini. Penghuni lain pasti akan mengira bahwa mereka sedang bertengkar, dan dia merajuk seperti yang dilakukan perempuan pada pasangannya. Tidak, pemikiran itu harus dibuang jauh.

"Gerald," panggil Wika membuat pemilik nama melepas pandangan dari ponsel.

Wika pikir, Gerald tak pandai bergaul. Saat akan menghampirinya, lelaki itu memberikan kode pada beberapa orang di sana, yang dibalas dengan sahutan hangat ala kaum Adam.

"Ayo," ajak Gerald.

Wika bergeming tak ingin menuruti. Pengakuan soal penyakit kemarin masih terngiang di kepalanya. Kebenaran belum terungkap. Bukannya Wika berprasangka buruk kepada Gerald, tetapi sikap waspada harus tetap dia tekankan.

"Kenapa?" Rupanya, Gerald menyadari kerisiannya.

Bibir Wika bungkam, belum siap berkata karena banyak mata yang tengah mengawasi. Segalanya serba salah. Ini akan mudah jika yang lainnya tak melihat ke arah mereka.

"Nggak." Wika menggeleng, kemudian mengambil langkah lebih dulu.

Gerald berjalan di sampingnya. Meskipun agak aneh, Wika sedikit membentang jarak di antara mereka. Tidak ada yang ingin tertular penyakit mematikan itu.

Wika bisa bernapas lega saat kaki mencapai halaman fakultas. Keinginannya untuk berjalan berjarak dari Gerald akan terwujud.

"Jangan dekat-dekat," tegas Wika.

Gerald nampak berpikir. Namun, Wika tak menghiraukan, langkahnya tetap berayun ke arah tempat parkir.

Semalaman Wika menyimpulkan seluruh fakta dan pemikiran orang. Edgar pernah bilang bahwa Gerald belum pernah pacaran. Namun, dari segala tindakan yang lelaki itu lakukan padanya, hal tersebut seolah terbantahkan.

Kesimpulan berikutnya. Mungkin saja, saat mengaku mengidap penyakit HIV, suasana hati Gerald sedang terganggu—hingga dia menjawab asal agar Wika tak banyak bertanya lebih.

Keduanya memiliki alasan, hingga Wika tak tahu harus berpihak ke mana. Bertanya lagi kepada Gerald sudah pasti tak akan mendapat jawaban akurat, meskipun lelaki itu adalah sumber sugesti ini.

"Lo kenapa, sih?" tanya Gerald saat Wika masih berdiri di samping mobil.

Wika tak menjawab pertanyaannya. Dia lebih memilih membuka pintu mobil. Masuk, duduk tenang sambil memperhatikan keluar jendela, semua itu Wika lakukan agar terhindar dari obrolan aneh seperti kemarin.

Bayangan mendekat, sebuah sentuhan Wika rasakan. Tubuhnya menegang sesaat ketika menyadari siapa pelakunya—dan apa yang dia lakukan.

"Ngapain, sih?" Wika bertanya ketus.

"Seatbelt-nya dipakai."

Gerald menarik tali itu hingga melingkar di depan tubuhnya. Dulu ada seseorang yang melakukan ini. Bukan si muka datar, tetapi lelaki tampan yang mencintai Wika apa adanya.

"Jangan bengong terus." Gerald menyadarkannya.

Lelaki itu sudah dalam posisi siap mengemudi. Gerald meliriknya sekilas sebelum menginjak gas—seolah mengatakan bahwa mereka akan segera berangkat.

Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang