11: Punggung Gerald Penuh Luka

4.8K 541 20
                                    

Hari minggu adalah waktu tepat bermalas-malasan, tetapi kehadiran Gerald untuk membangunkannya sungguh sangat mengganggu. Dia sadar akan rencana mereka hari ini. Namun, tak bisakah lelaki itu mengerti betapa berartinya terlelap hingga bertemu siang di hari libur?

Gerald tetap di sampingnya sambil menunggu kapan Wika akan bangun, dan bersiap ikut ke pesta ulang tahun anak dari Cindy-kakak sepupu Gerald.

"Ngapain, sih? Udah sana, tunggu di bawah aja." Wika mengusir sambil tetap memunggungi Gerald.

"Nggak, lo bakalan tidur terus."

Demi Tuhan, Wika sangat mengantuk. Dia putuskan untuk bangun karena sikap keras kepala Gerald, tetapi di detik kemudian Wika kembali membanting tubuh ke atas ranjang, dia sangat menyadari lelaki itu pasti sudah kesal tingkat dewa.

Gerald berdecak protes, tak dihiraukannya. Saat ini menutup mata, kemudian kembali lagi ke dunia mimpi menjadi prioritas utama.

"Wika ...." Gerald kembali bersuara untuk membujuk.

Wika mengangkat lima jarinya sebagai isyarat agar Gerald mengerti. Terserah mau diterima atau tidak, yang penting Wika harus tidur lagi sekarang.

Sebuah gerakan dirasakannya. Tak lama kemudian, satu kecupan mendarat di kening Wika.

Mata terbuka sempurna. "Apaan, sih?" protes Wika pada Gerald yang masih berada di atasnya.

"Biar lo nggak ngantuk lagi."

Sudah cukup! Wika rasa, semakin ke sini Gerald makin menjadi. Padahal, mereka sama-sama belum mendapatkan rasa nyaman, tetapi perlakuan lelaki itu seakan menegaskan bahwa dia bersedia membuka jalan.

"Ini cara romantis," katanya membuat kekesalan Wika bertambah.

Segera Wika mengambil bantal, kemudian menutup wajah sebagai perisai agar Gerald tak melakukan hal itu lagi, karena dia masih ingin kembali ke alam mimpi. Gerald mengangkat satu tangan Wika. Sial! Apa lagi ini?

"Cincin lo dipake entar." Untuk pertama kali ada perintah seperti itu dari mulut tunangannya.

"Udah gue buang," jawab Wika asal agar lelaki itu menyerah, dan memutuskan untuk pergi sendiri.

"Nggak mungkin."

"Ya, udah, kalau nggak percaya." Wika menarik tangannya dari genggaman Gerald.

Di detik berikutnya, lelaki itu malah mengambil bantal yang menutupinya, membuat Wika segera menghindar agar tak mendapatkan ciuman tiba-tiba lagi.

"Cincinnya dipake." Gerald tak menerima bantahan.

______

Suara tangis menusuk ke telinganya membuat alam mimpi menghilang seketika. Wika berusaha tersadar sambil mengingat lagi apa yang terjadi sebelum lelap ini menguasai.

"Jangan nangis, dong." Suara seorang wanita terdengar membujuk.

Wika membuka mata pelan saat ingatan kembali terkumpul. Ya, kini dia sedang berada di rumah Om Adam. Jelas saja suara tangisan itu berasal dari anak-anak Edgar yang tidur di ranjang sebelahnya.

Jemputan Gerald pagi tadi diterima untuk segera ke sini karena acara keluarga dilaksanakan di waktu pagi, sedang sore hari barulah pesta ulang tahun yang dimaksud dimulai.

"Tuh, auntie-nya jadi kebangun." Lia sedang menggendong Gio.

Tidur siang di rumah orang memang terasa aneh. Namun, mau bagaimana lagi, jika tak seperti ini-sudah pasti Wika akan menahan kantuk hingga acara utama dimulai.

"Wika tidur lagi," suruh Lia.

Matanya masih terlalu berat untuk menanggapi apa yang Lia katakan. Wika kembali menutup mata sambil berusaha masuk ke dunia mimpi lagi. Ada gerakan di balik punggung, hingga membuatnya kembali tersadar.

Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang