34. Ketahuan

1.1K 80 13
                                    

Gerald melangkahkan kaki ke lantai atas setelah ibu dan kakak iparnya berpamitan untuk pergi mengecek gedung tempat di mana pernikahannya akan digelar.

Undangan telah selesai dicetak. Persiapan tinggal 40% lagi, tidak termasuk kesiapan mental kedua mempelai.

Ya, Gerald tidak membantah jika saat ini dia sangat deg-degan. Apalagi, Segaf terus saja mengekorinya—bertanya tentang pernikahan nanti.

Entah adiknya itu terlalu antusias atau hanya ingin kepo saja.

Merasa risi karena Segaf tak kunjung berhenti mengikutinya, Gerald memutuskan untuk berbalik menghadap si bungsu.

"Satu, berhenti ngekorin gue," ucap Gerald, "dua, berhenti ngikutin gue. Dan tiga, berhenti jalan di belakang gue."

Segaf mengangguk, entah paham atau hanya cari gara-gara. "Gue nggak bakalan ngikutin Abang, kalau Abang berhenti menghindar. Apa susahnya, sih, nyisipin waktu buat ngobrol sama Dedek."

Tangan Gerald refleks mendorong kepala Segaf. "Jijik tahu!"

Apa-apaan dengan panggilan manja itu? Meskipun Segaf anak bungsu, bukan berarti panggilan manja itu masih melekat hingga umur sudah kepala dua. Apalagi, Segaf laki-laki, malah jadi terdengar menggelikan di telinga Gerald.

Segaf harus sadar umur.

"Hehe, bercanda, Bang." Sambil mengelus dahinya. "Ajak gue ngobrol apa, Bang? Capek diam mulu. Di rumah cuma ada kita berdua loh."

Ah, Gerald baru sadar, takdir membuatnya berada di situasi yang sama seperti kemarin. Berdua saja dengan sang adik.

Alasan Gerald sejak tadi menghindar Segaf, tak lain dan tak bukan karena ia takut adiknya bertanya lagi tentang kehamilan Wika.

Bukan karena malu saja. Gerald tak ingin terpancing mengatakan sebuah kejujuran, karena Segaf mungkin akan berucap sesuatu yang menjelekan nama Wika, hingga membuatnya terpancing.

Ya, Gerald hanya ingin cari aman, itu saja.

"Lo mau ngobrol apa emang?" tanya Gerald, sembari melangkah memasuki kamar.

"Seks itu enak, ya, Bang?"

Gerald hampir saja tersedak ludahnya sendiri karena pertanyaan polos itu. Ah, ayolah. Adiknya tidak lagi remaja, kenapa masih menanyakan hal dewasa yang sudah pasti Segaf sendiri tahu, bahkan mungkin sudah mengalami.

"Apa maksudnya nanya kayak gitu?" Menyindir? Ya, Gerald simpulkan seperti itu.

Segaf tertawa kikuk, lalu lebih dulu menuju tempat tidur Gerald, dan duduk di sana. "Penasaran aja."

Gerald menghela napas. "Pasti lo pernah ngalamin, ngapain nanya lagi?"

"Eeeits! Jangan nuduh gitu, dong. Gue nggak pernah tidur bareng cewek, makanya nanya ke Abang," gerutu Segaf.

"Emang lo pikir gue juga pernah ngalamin?"

"Lah, itu Kak Wika sampai hamil kar'na siapa?"

Gerald menelan ludahnya, lalu memutuskan membuang pandangan ke sembarang arah. Ini yang membuatnya mempertimbangkan lagi untuk mengobrol dengan sang adik.

Bisa-bisa, Gerald malah batal menikah karena mulutnya sendiri. Dia tak akan berada dalam bahaya, jika Segaf bisa menjaga rahasia.

Namun kembali lagi, Segaf ada di pihak Edgar. Meskipun beberapa kali adiknya sering mengatakan untuk tidak ikut campur alias cari aman, tetapi itu bukanlah sebuah jaminan. Mengingat Segaf juga membenci kakeknya, dan tidak menutup kemungkinan perjodohannya dan Wika termasuk ke daftar hitam sang adik.

Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang