Niat untuk keluar melepas penat bersama sahabat berubah menjadi pengalaman buruk yang pernah dialaminya. Sehari setelah bertemu Tamara, Wika kembali mengurung diri di dalam kamar.
Gerald belum juga menghubunginya, padahal kemarin lelaki itu menyempatkan diri direpotkan oleh sang bunda untuk menanyakan keberadaannya.
Sudah berapa kali Wika mengirim chat pada Gerald, tetapi lelaki itu belum juga membalas. Entah apa yang Gerald lakukan hingga tidak merespons pesan darinya.
Wika putuskan datang ke rumah Gerald, dan menanyakan langsung ke anggota keluarganya alasan tentang Gerald yang tak membalas satu pun chat darinya.
Di sinilah Wika, duduk bersama Lia dan Edgar sambil melihat tingkah dua bocah yang sedang bermain.
Sejak tadi Wika masih diam. Ada keraguan mengangkat tema tentang mantan pacar Gerald sedang sang kakak ada di sini. Jika hanya bersama Lia, Wika bisa menanyakan ini.
"Jangankan Wika, Bang Edgar aja belum dihubungi sampai sekarang," kata Edgar yang membuatnya bungkam.
"Jaringan mungkin." Lia menambahi.
Wika mengangguk setuju. Kecurigaannya ditepis karena informasi dari kedua pasangan tersebut. Jika tidak datang ke sini, sudah pasti dia akan dibuat mati penasaran di dalam kamar.
"Mbak, aku boleh nanya sesuatu?" tanya Wika yang mulai memberanikan diri.
"Iya, tentu saja." Lia terlihat semangat.
Ah, tidak. Wanita itu memang ramah pada orang, tidak seperti Wika.
"Ini ... soal Tamara."
Wika menggigit bibir bawah dalamnya karena melihat ekspresi Lia yang berubah. Seharusnya Wika tidak menanyakan ini. Bodoh sekali.
Wanita itu pasti tak tahu siapa Tamara. Tentu saja, Gerald sangat tertutup.
"Dia mantan pacarnya Gerald."
Kepala Wika yang sebelumnya akan menunduk kini kembali terangkat. Ternyata Lia tahu tentang Tamara, ini benar-benar di luar dugaan.
"Mantan? Gerald punya mantan?" kejut Edgar yang bertanya pada sang istri.
Lia hanya mengangguk untuk jawaban dari pertanyaan suami. Sekarang Wika tahu lelaki seperti apa Gerald, dia tidak akan terbuka pada saudara sendiri, atau bisa dibilang lebih mengandalkan seseorang yang tepat untuk menyimpan rahasianya.
"Kok, aku nggak tahu?" Edgar masih tak terima.
"Percuma tahu, udah putus juga," kata Lia.
"Kenapa putus?" tanya Edgar.
Lia terdiam sesaat lalu mengedikan bahu, tanda bahwa wanita itu tak tahu tentang hal tersebut. Gerald benar-benar menyimpan rapat rahasia ini.
"Kalau Mas tahu, Mas bakalan langsung nikahin dia."
Wika menegang di tempat. Keputusan asal dari seorang kakak. Jika Edgar tahu seperti apa Tamara, mungkin saja dia akan menyesal telah mengatakan itu.
Lia memukul paha Edgar sebagai ungkapan protes. "Apaan, sih? Kalau jodoh pasti nggak bakal putus."
"Yah, makanya dipaksa berjodoh. Kamu nggak tahu, ya, Mas nggak pernah dengar kalau Gerald punya pacar."
"Makanya, jadi kakak peka dikit," tukas Lia.
"Mas juga takut ganggu privasi Gerald."
Sesayang itu Edgar pada adiknya. Wika merasa bersalah karena telah membuat Gerald hidup dengan bayang-bayang kebencian darinya, padahal lelaki itu bisa merasakan kehangatan di dalam keluarga ini.
Meskipun sudah jelas dari mana penyebab perjodohan ini ada, Wika tetap ingin mendengar semua penjelasan itu dari mulut Gerald. Keputusan terakhir tentu saja dari lelaki itu, Wika akan terima apa pun yang menjadi kehendaknya nanti.
"Pasti Gerald terpukul," lirih Edgar.
"Hm, cuma kakaknya saja yang nggak peka," ledek Lia.
Bahkan pasangan suami-istri ini tidak memikirkan bagaimana perasaannya sekarang. Wika tak suka dengan pembahasan mereka. Maksudnya bertanya hanya ingin mendapat kejelasan, tetapi ini sudah di luar jalur.
Wika tidak berharap Edgar akan merespons seperti menyesali hal itu telah lewat. Tentu saja, dia hanya boneka dalam pertunangan ini. Mereka tahu bahwa Wika tidak akan terpengaruh, karena kebenciannya pada ikatan tanpa cinta ini.
"Kenapa? Wika, kok, nanyain ini?" tanya Lia.
Akhirnya mereka berhenti berdebat. Sekarang kembali padanya.
"Aku ketemu dia kemarin." Wika menjawab.
Lia memasang senyum yang Wika pun tak tahu apa maksudnya.
"Cantik?" Sungguh, Wika tidak pernah berharap Edgar masuk lagi ke percakapan mereka.
Wika menjawab dengan anggukan. Lelaki itu tersenyum bangga. Sekali lagi, dia membahas tentang rencana bodohnya untuk menikahkan Gerald dengan si mantan atau tanpa sengaja memuji Tamara, akan Wika beberkan seperti apa perempuan itu sebenarnya.
"Bagus, selera Gerald sama kayak abangnya," canda Edgar yang dihadiahi cubitan oleh Lia.
Mampus! Cubit terus, sampai mati sekalian. Ucapan itu sama saja menyinggung Wika, bahwa dia bukanlah apa-apa dibanding Tamara.
Setidaknya, Wika masih perawan, meskipun Gerald belum sepenuhnya percaya.
"Gue seneng."
Wika terdiam sesaat karena dua kata tersebut. Gerald mengucapkan itu saat mereka sedang bersama di kamar—rumah Om Adam.
Jadi, inilah luka yang dirasakannya pada punggung lelaki itu? Dia menyimpan begitu lama, sedang Wika baru tahu sekarang.
Gerald senang Wika tidak apa-apa, berbeda dengan nasib mantan pacarnya. Apakah ini tanda bahwa Gerald mencintai Wika?
"Wika kenapa? Nggak usah dengerin Bang Edgar," kata Lia pada Wika. Mungkin, wanita itu sadar dengan perubahan air mukanya.
Wika sedang tidak sedih dengan pujian Edgar tadi pada Tamara, ada yang lebih memukul perasaanya. Ini soal Gerald.
Saat lelaki itu kembali nanti, apa tawaran untuk menjalani hidup bersama masih akan terucap untuknya?
______
07.08.20
Apa pendapat kalian tentang cerita ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3
RomanceSpin-off: Pressure (Gerald Izzatul Arkana) -- Kehilangan seorang kekasih tanpa ucapan selamat tinggal adalah sebuah perpisahan yang sangat menyakitkan. Tanpa sengaja, Wika membuat Tomi terluka karena perjodohan yang diputuskan oleh orang tua. Ketika...