Tiga hari dilalui Wika tanpa ada kabar dari Gerald, hal ini tentu membuat kedua orang tuanya khawatir, karena dia sudah bisa diajak bicara terlepas dari masalah Tomi, tetapi tetap saja menampakan wajah galau.
Sang bunda selalu mengecek keadaannya di kamar, ini tidak seperti di mana dia mengetahui bahwa ayahnya memiliki sangkut paut dengan kematian Tomi. Wika sudah memaafkan pria itu, bahkan Gerald sekalipun. Namun, aksi mengurung diri masih saja berlanjut.
"Serius, lo nggak dapat kabar dari Gerald?" tanya Wika pada Sarah yang ada di seberang sambungan telepon.
Bukannya dia mencurigai sahabat sendiri, tetapi bukti bahwa Sarah mengetahui tentang mantan Gerald, Wika menjadi yakin bahwa Sarah juga tahu bagaimana keadaan tunangannya sekarang. Ah, lebih tepatnya, alasan mengapa Gerald belum juga menghubunginya.
"Gue nggak tahu, Wi. Di group chat aja mereka nggak nongol."
Wika menyerah mendengar penjelasan Sarah dari ponsel. Alasannya menelepon karena yakin, Gerald pasti menyempatkan diri mampir di group chat SMA.
Gagal. Lelaki itu seperti sedang mengunci diri karena tahu Wika akan berbalik padanya. Kasihan sekali. Sekarang, Wika-lah yang harus berjuang.
"Atau, lo bisa hubungin Gerald?" paksa Wika, karena memang ini jalan terbaik.
"Wika, lo urus ini sendiri, gue cuma bisa bantu pas ketemu Tamara kemarin. Gue juga nggak enak harus ikut campur sama urusan lo dan Gerald."
Sial! Sejak kapan Sarah sok bijak seperti ini? Meskipun yang dikatakan benar, tetapi untuk ukuran si mulut mercon ini sangat aneh.
Ah, Wika lupa. Sarah bisa sembunyikan fakta Gerald darinya dalam jangka waktu begitu lama. Perempuan itu tidak bisa dipercaya, Sarah pasti sedang berbohong.
"Ya, udah. Gue mau telpon Ge dulu."
Wika mematikan telepon secara sepihak. Terserah jika Sarah akan menertawainya atau bagaimana. Karena jelas terdengar, suara Wika sedikit kesal.
Sekarang, untuk kesekian kalinya Wika mencoba menghubungi Gerald. Belum juga meletakkan ponsel ke telinga, suara operator terdengar dari sana. Lagi-lagi tidak bisa dihubungi.
Wika berdecak kesal, kemudian membuang ponsel ke atas kasur. Mengacak rambut frustrasi, Gerald benar-benar sedang mengajak perang.
Sedang apa dia hingga tidak mengaktifkan ponsel? Ingin menjauh atau sudah punya pengganti? Wika segera membuang kemungkinan kedua.
Menunggu dua hari lagi untuk bertemu rasanya sangat lama. Satu jam saja sudah membuat Wika seperti cacing kepanasan. Mungkin, Wika harus menyiapkan pukulan untuk Gerald saat dia tiba nanti.
Wika putuskan keluar kamar. Bertemu bunda, dan memohon agar beliau mau menghubungi Gerald. Lelaki itu pasti akan lebih jinak jika bundanya yang menelepon.
"Bunda," panggil Wika saat sudah menginjak lantai dasar rumah.
Menoleh sana-sini sambil mencari keberadaan wanita itu, sebuah bayangan dari jendela belakang rumah bisa terlihat. Beliau di sana, sedang mengurus bunga.
Wika putuskan mendekat, Rika menatapnya penuh keheranan. Wanita itu pasti terkejut karena dia mau keluar kamar. Anggap saja Wika sudah selesai mengerami telur.
"Bunda bisa hubungin Gerald nggak?" tanya Wika pada sang bunda.
"Loh, emang HP kamu kenapa?"
"Dia nggak ngangkat telepon aku."
Hanya mengangguk. "Itu HP Bunda," katanya sambil menunjuk atas meja.
Wika disuruh menghubungi sendiri. Ada baiknya, yang penting Gerald tahu bahwa bundanya yang menelepon. Ini termasuk jebakan.
Wika meraih ponsel sang bunda sambil duduk di kursi. Mencari nomor telepon Gerald, Wika sedikit panik karena tidak menemukannya.
"Bun, kok, nomor Gerald nggak ada?" tanyanya sedikit kesal.
Rika menoleh, beliau berhenti sebentar dari aktivitasnya merapikan posisi pot bunga. "Menantu kedua."
Kening Wika mengerut karena bingung, entah apa maksud wanita itu.
"Maksud Bunda?" tanya Wika agar lebih jelas.
"Nama kontaknya Menantu Kedua." Rika memperjelas.
Meskipun agak sedikit norak dan memalukan, tetapi Wika bisa dibuat tertawa geli karena ini. Dasar Bunda. Bisa saja memberi nama sekonyol itu pada Gerald.
"Kenapa kamu senyum gitu?" tanya Rika.
"Habisnya, nama Gerald lucu di sini." Wika menjawab dengan sedikit tawa.
Tangannya segera mencari nama yang dikatakan oleh sang bunda. Wanita itu juga ikut merasa lucu karena lawakannya sendiri. Ini tidak akan kocak, jika Wika tak menegur jukukan tersebut.
Ada dua nama, 'Menantu Pertama' dan 'Menantu Kedua'. Jelas, yang pertama adalah kakak iparnya. Mbak Tata.
Meskipun tahu hasilnya akan sama, tetapi Wika tidak menyerah demi mendapat kabar dari Gerald. Lagi-lagi suara operator.
Dasar Menantu Kedua! Dia tidak menghargai panggilanku, batin Wika.
Ah, rasanya ingin melempar HP ke halaman rumah. Namun, tatapan sang bunda yang sedang mengawasinya membuat nyali menjadi ciut.
"Kamu sama Gerald marahan?" tanya Rika.
Wika menggeleng, tetapi kening wanita itu yang hampir menyatu membuatnya tahu bahwa beliau tak percaya. Padahal, tidak ada kebohongan yang sembunyikan.
"Besok ke rumah Gerald lagi, siapa tahu keluarganya dapat kabar." Bundanya memberikan saran.
Andai beliau tahu apa yang sedang terjadi. Tidak masalah jika Wika curiga bahwa Gerald sedang menjauhinya, segalanya mulai berubah saat dia tak sengaja bertemu dengan Tamara.
Gerald menjauh, lelaki itu tak ingin Wika mendekat dengan dasar sudah mengetahui segala yang dia sembunyikan selama ini. Wika harus memutar otak agar bisa menarik Gerald kembali.
Wika bisa berbuat gila jika situasi mengharuskannya. Lihat saja nanti, siapa yang akan menang.
Berpikir bisa lari dari Wika? Tidak akan. Tunangan yang harus menjadi cinta terakhirnya.
Ah, Wika mulai menggila. Seharusnya dia jijik, tetapi sekarang semua terasa biasa saja. Gerald sudah membuatnya sadar bahwa rasa cinta sang tunangan lebih besar daripada si mantan sialan yang meninggalkan benih suci pada perempuan simpanan!
_______
08.08.20
Masih ada yang baca?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3
RomanceSpin-off: Pressure (Gerald Izzatul Arkana) -- Kehilangan seorang kekasih tanpa ucapan selamat tinggal adalah sebuah perpisahan yang sangat menyakitkan. Tanpa sengaja, Wika membuat Tomi terluka karena perjodohan yang diputuskan oleh orang tua. Ketika...