6: Ingatan Pada Pacar

4.9K 512 17
                                    

Versi lengkap sudah tersedia di playbook. Silakan cari dengan menggunakan nama 'Moka Viana' pake spasi, ya.

_____

Wika duduk di sofa ruang tamu sambil mengenakan sepatu. Kewajiban kuliah tak bisa dihindari meski kini daya tahan tubuh melemah. Bundanya terus mengawasi sejak kemarin. Wanita itu selalu membujuk untuk ke dokter, tetapi akan ditolaknya dengan alasan ini hanya sakit sebentar.

“Kamu kenapa nggak pernah pakai cincin?” tanya sang bunda membuat Wika terdiam.

Setelah sekian lama, akhirnya pertanyaan itu datang juga—padahal dia memang tak pernah menggunakan cincin tersebut setelah acara perjodohan.

“Malas,” alasannya.

“Kamu, tuh.”

Wika berdiri setelah selesai mengenakan sepatu, tanpa menggubris bundanya yang pasti sedang mempersiapkan naskah pidato untuk ceramah gratis pagi ini. Ya, bisa dipastikan, ini akan menjadi alasan perang dunia berikut terlaksana.

“Aku berangkat, Bun.”

“Kamu mau nyetir?” tanya Rika, membuat Wika berhenti, “tunggu bentar. Gerald bakalan jemput kamu.”

Ah, pantas saja beliau tidak meledak tadi. “Nggak apa-apa, kok, Bun.”

“Eh, kamu mau kenapa-napa nyetir sendiri?” larang wanita itu.

Jika dipikir dengan akal sehat—sudah pasti tidak. Meskipun dia masih ingin bersama Tomi, tetapi untuk menyusulnya ke akhirat, Wika amat belum siap.

“Tuh, Gerald udah datang." Rika lebih dulu berjalan ke luar rumah.

Sudah dia katakan, bundanya yang paling semangat dengan perjodohan ini. Gerald keluar dari mobil, kemudian mengambil tangan Rika untuk ditempel ke jidat. Sopan sekali.

“Wika,” panggil sang bunda. Wika mendekat tanpa protes lagi, segera dia menuju pintu penumpang.

Astaga, Dia akan bersama Gerald lagi. Tentang kemarin, dia mencoba untuk melupakan meskipun gagal. Ini bukan soal perasaan, tetapi tentang tekstur bibir Gerald yang membuat rindunya terbalaskan.

Mobil Gerald bergerak keluar dari halaman rumah. Tak ada yang bicara. Mereka berdua tenggelam dalam lamunan masing-masing.

Jika sekarang Wika sedang memikirkan tentang terciptanya kesunyian ini, untuk lelaki di sampingnya, entahlah, tidak akan ada satu orang pun yang bisa memahami ekspresi itu.

“Gue mau mampir dulu ke tempat teman,” kata Gerald, membuat Wika menoleh.

“Entar lagi gue telat,” alasannya karena tak ingin berlama-lama bersama Gerald.

“Bentar doang.”

Jalan kemarin di mana Gerald dilihatnya berbelok ke arah tersebut. Wika melirik kursi belakang, ada kantong plastik berisi banyak makanan. Gerald mungkin akan menjenguk teman yang kemarin diceritakan padanya.

Mobil berhenti di depan rumah yang dikenali Wika. Ya, rumah lama Tomi sebelum orang tua lelaki itu bercerai. Dulu, jika mereka melewati tempat ini, Tomi akan berkisah tentang keharmonisan keluarganya saat tinggal di sini.

Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang