Dari teman Tante Nadine, mereka mendapatkan kabar bahwa benar Gerald sering datang ke rumah sakit tempat beliau bekerja.
Wika dan Lia diutus oleh mama dari Gerald, agar menanyakan lebih jelas lagi pada temannya. Untuk itu, mereka berada di rumah sakit sekarang.
"Kenapa kita nggak bawa Gerald sekalian buat diperiksa?" tanya Wika.
"Iya juga, seharusnya langsung saja ke inti." Ternyata, Lia ikut mendongkol.
Menyarankan hal itu pada wanita yang sedang dilanda panik, tak akan bisa diterima. Tante Nadine perlu waktu untuk menerima ini. Wika maklumi, ini tentang anaknya.
"Ruangannya di mana ... lagi?" keluh Lia.
"Tanya ke resepsionis aja." Wika menyarankan.
"Mbak tahu tempatnya, tapi lupa." Wanita itu memaksakan diri dengan menoleh ke sana kemari, untuk mencari ruangan dokter yang dimaksud mertuanya.
Melihat tak ada harapan, Wika segera berbalik untuk menuju meja resepsionis. Langkahnya tertahan saat berhadapan dengan seseorang yang dia kenal. Tamara.
Mereka bertukar pandang. Hanya beberapa detik, lalu Tamara lebih dulu memutuskan dengan menundukkan kepala.
"Tamara?" kejut Lia.
Ya, Lia tahu siapa dia. Gerald pasti lebih banyak bercerita pada wanita itu.
Kali ini tak ada rasa cemburu saat Wika melihat perut Tamara. Yang ada, dia prihatin. Pasti itu sangat sulit dijalani.
"Mbak Lia." Tamara bergumam menyebutkan nama perempuan yang masih berdiri di belakang Wika.
Kehadiran Tamara tak ada hubungannya dengan tujuan mereka ke sini. Tentu saja, perempuan itu punya urusan lain, begitupun Wika dan Lia.
Wika melewatinya demi meneruskan perjalanan menuju meja resepsionis. Lia dan Tamara mungkin sedang mengobrol. Mengulang masa lalu? Itu bukan urusannya.
Tunggu sebentar. Wika berbalik, melihat lagi ke arah Tamara. Apa perempuan itu sering ke sini untuk memeriksakan kandungannya? Tidak menutup kemungkinan dia dan Gerald pernah bertemu, atau ... pergi bersama ke sini?
Wika membuang jauh kecurigaan kedua. Namun, bayangan tentang pertama kali dia naik mobil Gerald mulai menghantui. Ada susu ibu hamil di sana.
Pernah Wika mengira bahwa itu milik Lia, tetapi sekarang semua kecurigaan mengarah pada Tamara. Itu untuknya?
Gerald berbohong lagi. Lelaki itu sengaja mengatakan bahwa dia mengidap penyakit HIV, agar Wika tidak terus bertanya untuk apa Gerald selalu ke rumah sakit.
"Tamara," panggil Wika.
Perempuan itu berbalik. Wika tak marah, tetapi hanya ingin memastikan saja. Apa kecurigaannya ini benar?
"Lo sering ke sini bareng Gerald, 'kan?" tanyanya tanpa basa-basi.
Tamara menunduk, kemudian mengangguk. Ah, Wika benar. Namun, untuk marah jelas tak bisa. Itu semua terjadi saat dia dan Gerald masih saling membenci.
"Kamu masih sering ketemu sama Gerald?" Lia bertanya.
Tamara mundur selangkah, dia masih menundukkan kepala. Apa pertanyaan Lia salah? Bahkan perempuan itu tadi sudah mengaku.
"Dia yang maksa, aku udah jauhin dia, Mbak." Air mata Tamara mengalir.
Ha?
Untuk apa Tamara menangis? Masih mengharapkan Gerald? Apa mereka masih saling menghubungi satu sama lain?
Lidah Wika gatal ingin menanyakannya pada Tamara. Dia pasti tidak akan berbohong, berbeda dengan Gerald.
"Wi," panggil Lia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3
RomanceSpin-off: Pressure (Gerald Izzatul Arkana) -- Kehilangan seorang kekasih tanpa ucapan selamat tinggal adalah sebuah perpisahan yang sangat menyakitkan. Tanpa sengaja, Wika membuat Tomi terluka karena perjodohan yang diputuskan oleh orang tua. Ketika...