09_Bertepuk Sebelah Tangan

1.9K 338 393
                                    

Roller coaster ya, jaga hati di bulan yang suci. 200 komen untuk update selanjutnya.

..

Mbok Inah datang dari arah dapur membawakan minuman untuk Asmaranti yang sedang memfokuskan penglihatannya menatap Satyo yang asyik bersenda gurau memainkan jemari di atas tuts piano bersama dengan Anne. Sebuah pemandangan yang belum pernah ia lihat seumur hidup, seseorang memainkan piano di depan kedua mata. Lantas bocah perempuan itu -Anneliese, sesekali tertawa ketika bebunyian terdengar.

"Minumnya, Den."

"Matur suwun, Buk."

"Nggih, sami-sami." Mbok Inah menaruh kembali nampan ke dalam dapur.

"Mas Satyo sejak kapan bisa memainkan piano?"

Satyo menoleh sebentar ke arah Asmaranti lantas kembali fokus pada Anne, "aku tidak bisa."

"Aku tidak percaya," Asmaranti meletakkan dagu pada lengan yang disandarkan pada sandaran kursi, "itu tadi ada nada-nadanya."

"Dari semua anak-anaknya Romo, hanya aku yang tidak piawai memainkan alat musik."

"Terus kenapa pianonya di sini?"

"Karena Anne suka."

Asmaranti menatap kedekatan Anne dan Satyo, sempat terlintas kecurigaan bahwa mungkin keduanya memiliki pertalian darah. Namun lelaki itu telah menjelaskan siapa orang tua Anne, masak iya Asmaranti tidak percaya? Lagipula kalaupun Anne adalah anak kandung Satyo, berarti telah terjadi sebuah perzinahan dalam agama karena status pernikahan yang tidak ada. Tapi sekali lagi Asmaranti berusaha menepis pikiran buruk tersebut. Tidak mungkin seorang anak terpandang seperti Satyo mempermalukan keluarga besarnya, lagipula lelaki itu tidak buruk-buruk amat perangainya.

"Ada yang kau suka dari rumah ini?"

"Ada," Asmaranti menyukai apa yang menjadi tatanan rumah yang didiami Satyo. Terdapat dua lemari yang berisi banyak buku, atensinya tertuju pada satu buku yang menarik minatnya. Raden Hidjo judulnya, salah satu buku yang diterbitkan dalam bentuk cerita bersambung di Surat Kabar Sinar Hinia sekitar tahun 1918 dan terbit dalam bentuk buku tahun 1919 di Semarang.

"Yang mana?"

"Buku-buku di dalam almari itu," Asmaranti menunjuk lewat sorot mata.

Anne menurunkan kedua kaki dari kursi untuk mengambil bonekanya yang terjatuh. Satyo sempatkan mengambil lantas memberi kode Mbok Inah untuk membawa Anne menjauh untuk sementara waktu.

"Anne dibawa ke mana?"

"Sebaiknya dia di dalam kamar."

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa," sejujurnya Satyo tidak ingin ada keributan jika salah satu anggota keluarga mencari Asmaranti dan menemukan perempuan itu bermain bersama Anne. Bocah perempuan itu masih mendapatkan penolakan dari keluarga besar.

Di sisi lain Asmaranti justru kembali menjadi canggung, padahal sudah bagus ada Anne di antara dirinya dan Satyo, karena jika hanya berdua saja membuat bulu kuduknya merinding. Ditatap sedalam itu oleh Satyo membuat Asmaranti salah tingkah.

Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang