15_Mengenali Rasa

2.8K 347 720
                                    

Update setelah 500 komen, tolong tag saya jika ingin mempromosikan book Hawa atau book saya yang lain, terima kasih!!

..

Satyo pernah berjanji dalam hati jika dia akan mengurangi kebiasaan merokok, bukan tanpa alasan ia ingin melakukannya, salah satu yang ia tidak inginkan adalah melihat Asmaranti sesak nafas karena menurut penuturan sang mertua, perempuan itu jika terlalu lama terkena asap rokok akan kumat asmanya. Alasan yang lain, tentu saja karena bocah kecil yang kini dirawat Asmaranti sama-sama memiliki bibit asma seperti sang istri.

Namun senja ini berbeda.

Satyo menghembuskan asap rokok pertamanya setelah dua bulan. Kemarin ia membeli satu slof rokok untuk para pekerja untuk dinikmati selama beristirahat. Dia sendiri bertahan tidak tergoda untuk merokok karena ia pikir tidak akan ada lagi peristiwa atau orang yang bisa membuatnya merokok lagi.

Tapi malam ini, Satyo merasa kacau dan ingin merasakan nikotin dalam darahnya supaya syaraf-syarafnya tumpul. Duduk di teras rumah yang ditinggali Romo, ia berusaha menghilangkan bayangan Asmaranti dari pikirannya yang kotor. Ingatannya kembali pada saat perempuan itu mengunjunginya di perkebunan dengan dua kancing baju yang terlepas, berganti pada wajah Asmaranti yang merona kemerahan saat dikecup keningnya, mendapati penutup dada di dalam kamar mandi yang ternyata milik sang istri, dan kini.., pemandangan terindah yang pernah perempuan itu suguhkan meski secara tidak sengaja.

Lima belas menit membayangkan Asmaranti di dalam kamar membuat otaknya kian kalut maka dari itu ia memutuskan untuk keluar rumah tanpa diketahui siapapun. Semua dilakukan untuk menjaga pikirannya supaya tetap waras. Dia takut gagal mengendalikan diri di hadapan Mbok Inah dan Anne.

"Heh!"

Satyo kaget luar biasa saat bahunya ditepuk. Mengusap dada, ia melihat Btari meringis. "Ngageti wae."

"Ngalamun?" Btari duduk di kursi satunya.

Satyo mematikan puntung rokok di atas asbak. Semua laki-laki di keluarganya para ahli hisap, kecuali suaminya Btari yang memang bukan perokok sedari awal bertemu.

"Selama aku pulang, baru sekali ini aku lihat kamu merokok."

Satyo tersenyum kecil, "aku berusaha tidak merokok."

"Lalu ini apa?"

"Merokok."

"Kumat lagi?"

Satyo menertawakan diri sendiri, "lagi pengen."

"Oh..," Btari mengangguk paham, "mau surup, Mbak Anti tidak nyari?"

"Dia lagi pijet kerik," Satyo jadi terbayang lagi kan. Dasar otak mesum!

"Kecapekan?"

Satyo menyandarkan punggung, "kalau sampai kerikan ya pasti lagi tidak beres badannya."

"Makanya jangan tiap hari, jadi masuk angin."

"Tiap hari apanya?"

Btari tersenyum dengan dua alis dinaikkan, "biasa pengantin baru."

Satyo berdecak, malu kalau ia menceritakan bahwa sampai dengan dua minggu pernikahan, sang istri tidak mau disentuh karena merasa takut, belum dicintai dan belum siap. "Besok berangkat jam berapa?"

"Delapan," karena lusa sudah memasuki Bulan Ramadhan, Btari dan keluarganya kembali ke Aceh karena di sana keluarga besar menunggu untuk melakukan ibadah puasa bersama-sama.

Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang