02_Merindukan Tuan

2.3K 331 287
                                    

Kalau ada yang gemas sama sikap Satyo, mohon dimaklumi karena pada era tersebut presensi seorang wanita jauh di bawah pria. 250 Komen syarat update selanjutnya. Play mulmed Sabda Alam by Ismail Marzuki.

..

"Kamu datang ke undangan besok, Yo?" Mutia kakak ipar Satyo bertanya saat melihat lelaki itu berjalan menuju kamar setibanya dari bepergian bersama Romo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu datang ke undangan besok, Yo?" Mutia kakak ipar Satyo bertanya saat melihat lelaki itu berjalan menuju kamar setibanya dari bepergian bersama Romo.

"Datang," terpaksa untuk datang tepatnya.

"Sama siapa?"

"Tidak penting dibahas dengan siapa saya datang, Mbak."

"Kenapa jawabnya gitu? Apa aku salah bertanya?"

Satyo menggeleng, "kedatangan kita ke acara Pak Wedana sudah diatur, mau mengajak siapa juga tidak penting bagiku."

"Terus yang kamu ajak nanti gimana perasaannya kalau ternyata dia bukan orang yang penting untuk datang ke sana?"

Satyo melepas sabuk lantas menarik kemeja hingga keluar dari celana panjang yang ia kenakan, "setidaknya dia bisa menikmati hidangan mewah yang digelar, kehadiranku di pesta itu juga tidak penting, Mbakyu."

"Memang siapa yang mau kamu ajak ke sana?"

"Asmaranti," tiba-tiba terdengar suara Pramono, kakak tertua Satyo yang menjawab dari dalam ruang tamu. Padahal sedari tadi terlihat sibuk membaca koran dengan kacamata tebal bertengger di hidungnya yang mbangir. "Romo pernah membahas soal gadis itu tempo hari."

"Asmaranti siapa?"

"Yang dijodohkan Romo buat Satyo."

"Oalah.., beneran to?"

Satyo mendesah pelan, "hal paling konyol yang dilakukan Romo ke aku."

"Loh jangan gitu, siapa tahu cocok. Dia anaknya siapa, Mas?" Mutia mengusap pundak sang suami yang sedang duduk santai bersandar pada sofa.

"Anaknya Pak Mahdi, konco kentel Paklik Kunto."

"Kayak pernah dengar, Pak Mahdi yang dulu juragan tembakau itu? Yang bangkrut?"

Atensi Satyo terhenti menyimak saat kedua kakinya dipeluk oleh seseorang. Menunduk, dilihatnya senyum manis Anne lewat kepala yang mendongak tertuju padanya, kedua binar berwarna kebiruan terlihat menggemaskan. "Sudah mandi?"

Anne menggeleng, bocah perempuan itu mengerti bahasa Indonesia meski terlihat sedikit kesulitan menjawab. Walaupun terlahir di tanah Jawa, Anne pernah memiliki Ibu keturunan Belanda, bagaimanapun bahasa Ibu lebih melekat sedari ia hadir di dunia ini.

Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang