Update panjang, lanjut setelah 600 komen. Bagi yang merasa kemarin ngejar-ngejar saya untuk update, saya tunggu komen kalian sampai memenuhi target, terima kasih.
..
"Coba tebak!" Marni kembali mendatangi kediaman Satyo karena ia ingin menyampaikan kabar bahagia.
Satyo yang sedari tadi sibuk membersihkan kolam ikan ikut menyimak perbincangan sang istri dengan Marni yang baru benar-benar ia amati sejak setengah jam yang lalu. Tubuhnya sama mungilnya seperti Asmaranti, cara bicaranya cukup cepat dan tegas. Sisi lain yang menarik dari Marni adalah kepolosan dan kepintarannya yang mampu menyiptakan banyolan serta celetukan asal. Dia tidak tertawa, orang lain yang mendengarlah yang justru terbahak.
"Perasaan dari tadi kamu mengajakku tebak-tebakan. Memang ada kabar bahagia apa?"
Marni menatap sekilas Satyo yang tetap terlihat ganteng meskipun baunya air kotoran kolam ikan. "Mas Satyo tidak capek puasa-puasa nguras kolam?"
"Tidak," Satyo mengeluarkan kedua kaki dari kolam, "mumpung libur."
"Saya juga punya kolam lele di rumah, tidak pernah saya kuras."
"Kalau kolam lele ya bau, Mar." Asmaranti berdecak.
"Kan sama-sama ikan, betul kan, Mas Satyo?"
"Iya," Satyo mengambil ember untuk diisi air dari keran.
"Jangan capek-capek, Mas."
"Biasa saja," Satyo mengamati Anne yang berjalan membuntutinya, "sama Mama, Nik."
"Tidak mau," Anne menggeleng.
"Mah, Adek mau main air." Satyo berkode.
Asmaranti bergegas menyusul Anne yang tengah mengulurkan tangan kanan untuk memutar keran. "Adek sama Mama saja, mandi pakai air kerannya nanti setelah Papa selesai mengisi kolam ikan."
"Mandi sekarang Mamah."
"Nanti ya, ambil baju dulu."
Marni melihat sang sahabat berubah menjadi Ibu-Ibu, "kamu mirip Ibukmu banget."
"Lha wong anake."
"Bukan itu, caramu berbicara ke Anne mirip Ibumu bicara ke kamu, Nti."
"Ambil baju dulu sama Mbok Inah," Asmaranti melepas Anne masuk ke dalam rumah. "Kabar baiknya apa?"
"Aku mau dijodohkan."
"Ha?"
Satyo yang mencuri dengar tidak heran dengan ide-ide perjodohan. Dia dan Asmaranti salah satu korbannya.
"Sama siapa?"
"Sama kawannya Bapak."
"Kawannya Bapakmu?"
Marni mengangguk, "beliau lebih tua lima belas tahun."
"Jauh banget..," Asmaranti pikir dirinya dan Satyo yang terpaut tujuh tahun saja cukup merasakan gap ketika mereka mengobrol, apalagi Marni yang berjarak lima belas tahun?
"Mbok ojo ngono rupamu, Nti."
"Rupaku nopo?"
"Aku tidak keberatan."
"Yakin? Aku sama Mas Satyo saja kadang tidak nyambung padahal jarak kita tujuh tahun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)
Romance[On going] Perempuan Jawa pada masanya hanya menjadi konco wingking para pria, Asmaranti menolak konsep tersebut meski langkahnya sangat berat menaklukkan hati Satyo yang ternyata telah menambatkan rasa pada wanita di ujung benua Eropa. Akankah Asma...