Tolong bantuannya mentranslete jika ada reader lain yang tidak paham bahasa Jawa. Update setelah empat ratus komen. Terima kasih!
..
"Nanti aku ikut Mbak Mutia ke pasar ya, Mas." Asmaranti mengambilkan nasi di atas piring milik Satyo.
"Naik apa?"
"Belum tau," Asmaranti menggeleng, "mau tak ambilkan sayur?"
"Aku bisa ambil sendiri," Satyo mengambil piring dari tangan Asmaranti, "ke pasar mana?"
"Pasar Gede," Asmaranti ganti menjemput Anne yang sedang bermain di teras untuk ikut makan, dia ingin bocah perempuan itu selalu makan bersama Satyo.
"Mau beli apa?" Satyo menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulut, diamatinya Asmaranti menggiring Anne untuk duduk di kursi makan.
"Mau beli bahan buat besok buka," Asmaranti sudah mengambilkan Anne makan pagi, "maem dulu baru boleh main sama Buk Inah."
Anne menggoyangkan kedua kaki yang menggantung, dibukanya mulut lebar-lebar saat nasi dan sayur bayam disuapkan sang Ibu.
"Nanti malam traweh di mana, Mas?"
"Masjid paling dekat," jawabnya asal. Tahun-tahun lalu dia tidak pernah melaksanakan sholat traweh, wong sholat wajibnya saja bolong-bolong atau hampir bisa dibilang tidak pernah.
"Jalan kaki?"
"Naik pit motor."
"Oh.., aku lihat ada sepeda nganggur, bisa untuk boncengan."
Satyo menatap Asmaranti yang menunduk menyuapkan sesendok nasi lagi, karena surainya menghalangi pandangan, jemarinya dimajukan untuk menyelipkan rambut sang istri di balik telinga.
"Kenapa?" Asmaranti yang terkejut langsung memundurkan posisi.
"Tidak apa-apa, nanti rambutmu masuk ke piring," ujar Satyo. Masak iya mau jawab cantiknya Asmaranti terhalang rambut, nanti dikira sedang merayu.
"Sebentar aku ambil karet."
Satyo menahan tangan Asmaranti, "jangan dikuncir."
"Nanti kalau rambutku rontok ke nasi gimana?"
Satyo menggeleng, "aku suka rambutmu terurai."
Detik di mana Satyo memuji, saat itu juga rasa lapar Asmaranti menghilang dan kenyang seketika. Kadang jatuh cinta memang seperti itu, menghilangkan nafsu makan. Sedangkan yang memuji hanya mengulas senyum lalu kembali fokus pada makanan.
Satyo juga malu mengatakan jujur, dia takut keblalasan seperti semalam. Hampir saja.
"Besok puasa pertama, aku nanti sekalian pamit ke rumah Bapak ya, sebentar saja."
"Mau tak anter?"
"Pulang jam berapa?"
"Kamu mau ke rumah Bapak jam berapa?"
"Setelah masak selesai, mungkin jam tiga."
Satyo mengangguk, "aku pulang lebih cepat."
"Mau mengantarku?"
Lelaki itu mengangguk, "kalau kamu tidak keberatan."
"Siapa yang tidak mau diantar suami pergi ke mana-mana?" suara Asmaranti terdengar bahagia, "Anne boleh ikut?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)
Romance[On going] Perempuan Jawa pada masanya hanya menjadi konco wingking para pria, Asmaranti menolak konsep tersebut meski langkahnya sangat berat menaklukkan hati Satyo yang ternyata telah menambatkan rasa pada wanita di ujung benua Eropa. Akankah Asma...