Maaf lama menunggu book ini update, semoga setelah ini bisa rutin posting. Dua ratus komen untuk lanjut, bisa?
..
Kedua sudut bibir Asmaranti tak henti tertarik ke atas saat menyaksikan tingkah malu-malu mau Marni yang kini tengah disalami para tamu setelah dua jam yang lalu resmi dipinang kekasih hati, seorang lelaki desa sebelah yang memberanikan diri menyunting meski baru dekat selama empat bulan.
Satyo ikut datang, hal yang tanpa diduga oleh Asmaranti karena suaminya itu tidak mengabari jika akan kembali ke rumah. Karena sesuai kesepakatan, Satyo meninggalkan kediaman Romo dan menempati rumah di Temanggung sejak satu bulan yang lalu.
Jangan ditanya betapa bahagianya Asmaranti, dia seperti mendapatkan dua hadiah sekaligus, perayaan satu tahun pernikahan bersama Satyo dengan menyaksikan Marni menikah. Padahal seperti baru kemarin dia merasakan jemarinya dingin sebeku suhu di puncak Dieng tatkala Satyo memasangkan cincin di jari manisnya.
Semoga kamu cepat hamil, Nti!
Kata Marni saat ia mengantarkan undangan kala itu. Bahkan Asmaranti sempat berpikir jika hidupnya akan semakin penuh kejutan jika Marni dan dirinya bersamaan waktu saat mengandung buah hati.
"Ibuk, aku boleh makan ini?" Tunjuk Anne pada jajanan pasar yang dibungkus dengan daun pisang.
"Boleh," Asmaranti mengangguk, diamatinya jemari Anne membuka nagasari lalu dengan lahap bocah perempuan -yang perlahan surainya mulai berubah kehitaman itu, memasukkan potongan pisang kepok kuning rebus ke dalam mulut. "Enak, Dek?"
"Enak."
Satyo yang sedari tadi mengamati interaksi Asmaranti dan putri angkat mereka hanya ikut tersenyum dalam hati. Dia tidak terlalu menampakkan sisi ramahnya di keramaian. Karena karakternya memang begitu, "kamu juga makan."
"Mas mau makan nagasari?"
Satyo menggeleng, ia merasa gerah karena kemeja lengan panjang yang ia kenakan dilengkapi dengan rompi di tengah hiruk pikuk para tamu. "Kamu tidak ingin pulang?"
"Mas mau pulang sekarang?"
Satyo mengerjapkan kelopak mata sebagai jawaban iya, "kamu belum selesai berkemas."
Asmaranti menoleh ke arah Anne, "baiklah," ia menunggu sang buah hati menyelesaikan suapan terakhir sebelum berpamit pada yang punya hajat. "Ayo pulang." Ia mengambil satu nagasari lagi, sepertinya Anne menemukan jajanan pasar favorit yang baru.
Satyo beranjak dari kursi tamu khusus para tamu spesial, lantas membuntuti langkah Asmaranti, mereka bertiga pamit pada yang punya hajat. Marni beserta kedua orang tua dan mertua.
"Den Satyo kenapa buru-buru pulang?" Ibunya Marni menjawil perempuan di sebelahnya seraya berbisik lirih. Sudah lumrah kalau priyayi dapat bingkisan pulang lebih banyak karena dinilai sumbangannya lebih dari tamu yang lain. "Ditenggo sekedap nggih."
"Saya harus pulang ke Temanggung, Pak, Buk," Satyo menyalami kedua pasang orang tua mempelai, "Ibunya Anne belum selesai ngepak baju."
"Wealah kalau Mbak Asmaranti ya bajunya sak lemari penuh, pasti kesel le noto."
"Mboten, Buk. Baju saya tidak sebanyak itu," Asmaranti menggeleng, lalu kedua bola mata membulat saat salah satu keluarga Marni keluar dengan bingkisan kresek yang cukup besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)
Romansa[On going] Perempuan Jawa pada masanya hanya menjadi konco wingking para pria, Asmaranti menolak konsep tersebut meski langkahnya sangat berat menaklukkan hati Satyo yang ternyata telah menambatkan rasa pada wanita di ujung benua Eropa. Akankah Asma...