Sebetulnya setting tahun 1962 terjadi banyak peristiwa historis di Indonesia, utamanya berkembangnya PKI karena kebijakan Presiden Pertama RI (yang mungkin) pada saat itu memilih untuk mengikuti Poros Timur, yaitu Rusia dan China di mana kedua negara besar itu penganut paham komunis sehingga partai terebut berkembang pesat. Namun saya seminimal mungkin tidak menyinggung soal politik pada masa itu.
250 Komen untuk update. Sedikit nyrempet mature konten, jangan sampai terbawa mimpi ya gaes! Satyo terlalu manis untuk dibully di part ini. Oiya kalau kalian mempromosikan book Hawa atau book saya yang lain, tolong tag saya baik di twitter ataupun ig. Terima kasih!
..
Asmaranti tidak mengira jika tamu undangan yang kebanyakan dari keluarga besar Bapaknya hadir di prosesi akad. Rumah sederhana itu terlihat sangat ramai sampai-sampai menjadi tontonan para anak tetangga. Maklum saja karena Indonesia sedang dalam masa di mana ingin berdikari, berdiri di atas kaki sendiri dengan tidak menggantungkan diri pada negara lain. Dampaknya adalah banyaknya masyarakat yang miskin, namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat orang-orang mampu yang kebanyakan masih keturunan darah biru. Salah satunya keluarga Satyo.
"Mereka siapa, Mas?"
"Yang baru datang?"
Asmaranti mengangguk.
"Salah satu sahabat lamanya Romo."
"Tapi Bapak juga kenal."
"Ya kenal, dulu sama-sama pengusaha tembakau."
Asmaranti hanya berucap oh saja karena ia merasa tidak mengenal tamu-tamu dengan wajah yang tidak familiar, tapi anehnya Satyo paham siapa-siapa yang datang.
Pak Mahdi sendiri terlihat sangat bahagia, begitupun Romo. Semua orang terlihat bersuka cita menyambut kedatangan penghuni baru di rumah yang ditempati Asmaranti. Enam keponakan Asmaranti dari anak-anak kedua kakaknya lengkap hadir dan berlarian ke sana ke mari.
Bagaimana dengan Satyo?
Kali ini laki-laki yang telah sah mempersunting Asmaranti tengah mengobral senyum. Sesekali perempuan itu melirik, dia menjadi bingung apakah Satyo betul-betul bahagia terikat dalam pernikahan atau hanya berpura-pura di hadapan banyak orang?
Dia masih ingat tulisan tangan berbahasa Belanda yang berada di halaman pertama pada salah satu buku yang Satyo kirimkan. Kira-kira kalau diartikan seperti ini, bunga tulip akan bersemi di Bulan Maret, aku menunggumu. Diakhiri dengan tanda tangan yang Asmaranti yakin bukan nama seorang pribumi.
Asmaranti masih menimbang banyak hal untuk membahasnya, bisa jadi buku tersebut milik Btari karena Satyo pernah mengatakan tidak semua buku yang ada di almari adalah kepunyaannya. Namun tanpa Asmaranti sadari, mungkin rasa penasaran itulah yang akhirnya menggiring pikiran-pikiran buruk bahwa Satyo akan meninggalkan dirinya di hari pernikahan, walaupun akhirnya tidak terbukti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)
Romance[On going] Perempuan Jawa pada masanya hanya menjadi konco wingking para pria, Asmaranti menolak konsep tersebut meski langkahnya sangat berat menaklukkan hati Satyo yang ternyata telah menambatkan rasa pada wanita di ujung benua Eropa. Akankah Asma...