30_Titik Terang

2.2K 243 355
                                    

Hai! Menuju akhir, 350 komen untuk lanjut, terima kasih!

..


"Assalamu'alaikum, Mamak!"

"Wa'alaikumsalam, siapa ini?"

"Ini aku, Arlis! Anak Mamak yang paling tampan sedunia."

"Masya Allah ini kau Arlis?" Mukena hampir saja membuat Ibunda Arlis terjatuh karena refleks membalikkan badan ingin keluar, "sebentar Mamak panggilkan Bapak."

"Nanti dulu, Mak. Aku masih rindu suara Mamak," Arlis mengusap ujung hidungnya yang memerah karena gatal.

"Apa kabarmu, Nak? Kapan kau pulang?"

"Aku baik-baik saja, Bapak dan Mamak tunggulah aku segera pulang ke Indonesia."

"Kapankah itu?"

"Paling lambat awal tahun depan, doakan aku segera lulus."

"Mamak selalu doakan dirimu, Nak. Mamak tak sabar melihatmu jadi orang sukses."

"Pasti lah! Aku harus jadi orang sukses," Arlis melihat dari kejauhan kawan-kawannya mulai memasuki gedung perkuliahan, "Bapak mana?"

"Bapak kau masih di luar, tunggulah sebentar Mamak panggilkan."

"Nanti saja aku telpon lagi, kuliahku sudah hampir mulai dua belas menit lagi."

"Baiklah, semoga Allah merahmatimu dengan kecerdasan dan akal budi yang baik ya, Nak."

"Amiin, apa kabar adik-adik?"

"Adik-adikmu baik, oiya Mamak ingin berkirim surat, ke alamat mana Mamak harus mengirimnya?"

"Berkirim surat pada siapa, Mak?"

"Padamu lah, Mamak mau mengirim foto seseorang."

"Foto siapa?"

"Bisa kau dengar Mamakmu bicara barang semenit?"

"Baik, aku dengar. Mamak mau bicara apa? Waktuku tinggal sepuluh menit."

Ibunda Arlis terlihat sedikit tergopoh, "anaknya Sultan Hamid, Adinda Melur Faizah Al Hamid. Kau masih ingat? Anak yang dulu sering kau ejek ingusan itu, dia sudah tumbuh jadi anak gadis yang manis. Parasnya sangat elok, perilakunya sopan pula." Ribuan pujian terlontar dari Ibunda Arlis, cerita tentang Adinda meluncur dengan sagat cepat sampai susah untuk disela.

"Mamak, bisa lambatkan ceritanya?"

"Bagaimana, maukah, Nak?"

Arlis mengusap ujung hidung sekali lagi, "Mamak mau kirim foto dia padaku?"

"Kalau boleh kau mengenalnya dulu, nanti kalau kau sudah balik kampung, kalian tidak lagi canggung."

"Mamak tak ada fikiran hendak menjodohkan dia padaku kan?"

"Pasti lah! Kau mau ya berkenalan dengannya? Nanti Mamak kasih alamatmu padanya, supaya kalian bisa saling berkenalan. Besar harapan Bapak untuk berbesan dengan Sultan Hamid."

Arlis tersenyum tipis, "waktuku tinggal tujuh menit, bolehkah aku sudahi?"

"Kau belum menjawab iya atau tidak, Nak."

"Baiklah, tapi aku tidak janji akan jatuh hati padanya, siapa namanya tadi?"

"Adinda, menyebut namanya saja sudah terbayang paras manisnya. Kulitnya bersih bak pualam, alisnya tebal, bibirnya kemerahan, hidungnya mancung. Adinda mirip seperti boneka."

Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang