07_Awu Anget

1.8K 308 409
                                    

Terima kasih, kalian keren! Update setelah dua ratus komentar.

..

"Niet slaperig?"

"Nee," bocah bermata biru itu menggeleng ketika ditanya oleh Satyo apakah mengantuk atau tidak? Ia menjawab tidak karena mainan belum juga dirapikan oleh Mbok Inah.

"Maar je moet nu slapen," Satyo membelai surai Anne. Sudah saatnya tidur, jam malam anak-anak lebih awal daripada orang dewasa katanya.

"Ik wil met Papa slapen," Anne berujar ingin tidur bersama Papanya yang tak lain adalah Satyo. Bagaimanapun kedekatan bocah perempuan itu dengan Satyo tidak bisa dipungkiri adanya. Meski tidak memiliki ikatan darah namun secara naluri, Anne merasa jika Satyo adalah orang tua yang akan melindunginya.

"Oke, Anne tidur dengan Papa."

Mbok Inah yang sedari tadi menyimak percakapan pendek-pendek antara Satyo dan Anne akhirnya menemukan titik temu. Bocah keturunan londo tersebut mau tidur jika ditemani Satyo.

"Nu?" Anne mengangkat kedua tangan meminta gendong Satyo.

"Iya, sekarang tidur di kamar Papa." Satyo mengangkat tubuh mungil Anne untuk dibawa ke dalam kamar. Mbok Inah tidak berani masuk kamar Satyo jika tidak disuruh. Menunggu di ruang tengah, wanita berusia empat puluh tahun tersebut memilih untuk merapikan mainan.

"Satyo mana, Mbok?" Mutia yang tinggal di bagian lain dari tiga bangunan di Kediaman Wikraman baru memiliki waktu untuk mengajak sang adik ipar membahas hal penting. Di belakangnya menyusul sang suami, Pramono.

"Den Satyo baru menidurkan Nonik."

"Oh," Mutia duduk di bangku meja tamu, sedangkan Pramono memilih untuk menghampiri pemutar musik.

"Sudah malam, jangan nyetel lagu, Mas."

"Iyo," Pramono menghisap cerutu lantas menghembuskan asapnya sembarangan. "Mbok."

"Dalem, Den?"

"Nonik sudah diajari bahasa Jawa?"

Mbok Inah tidak berani menjawab, selama ia ditugasi Satyo khusus merawat Anne, sangat minim bocah perempuan itu mengenal Bahasa Jawa. Itu semua karena Satyo hampir setiap hari mengajak berbicara Anne dengan Bahasa Belanda yang Mbok Inah tidak mengerti.

"Piye? Sudah bisa ngomong apa saja?"

Mbok Inah menggeleng, "Den Pram tanglet Den Satyo mawon."

"Pasti dibiasakan pakai Bahasa Londo ya?" Mutia mengetukkan jemari pada meja, "gimana mau diterima sama keluarga kalau Satyo tidak membumikan budaya kita?"

"Budaya yang mana, Mbak?" si tersangka yang sedang dibicarakan muncul dari balik pintu kamar. "Nonik susunya sudah mau habis."

"Saya buatkan lagi, Den." Mbok Inah bergegas ke dapur untuk membuatkan susu di dalam dot sebelum Anne terbangun karena kehausan.

"Tumben ke sini, Mas?"

"Mbakyumu mau ngomong penting," Pramono membuka tutup piano milik Satyo, dimainkannya beberapa nada.

"Kenapa, Mbak?"

"Soal calonmu," Mutia yang dianggap sebagai anak mantu tertua di keluarga akhirnya buka suara, "dia kepergok sedang mengobrol dengan Harsya."

"Asmaranti?"

Mutia mengangguk, "Pak Jang yang melihat pagi tadi mereka mengobrol di kantor pos besar."

Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang