04_Tawar Menawar

1.9K 329 284
                                    

Sekali lagi tolong promosikan book ini di medsos kalian supaya saya bisa rutin posting. Update setelah dua ratus komen. Selamat menjalan Ibadah Puasa, semoga dilancarkan sampai akhir. Aamiin!!

..


"Satyo, kamu belum cerita sama aku." Mutia yang sore ini datang mengunjungi Romo yang dikabarkan masuk angin, berencana mencecar sang adik ipar dengan banyak pertanyaan.

"Cerita apa?"

"Gimana perkebunanmu?"

Satyo menghentikan memeriksa laporan dari mandor yang ia terima tadi sebelum pulang dari kantor, "agak menurun, tapi tetap bisa mengirim ke perusahaan gula."

"Usahamu aman kan?"

Kening Satyo mengernyit, "aman, memang kenapa?"

"Kamu ketemu sama siapa di pesta Pak Wedana?"

Lelaki itu meletakkan laporan di atas meja kerja lantas melepas kacamata baca, otaknya yang cukup cerdas mampu menangkap topik yang dilemparkan si kakak ipar. "Dia sudah pulang."

"Siapa?"

"Orang yang paling anti mbok sebutkan namanya."

Mutia berdecak, "lak tenan to, kamu omong-omongan sama dia?"

"Dia menyapa aku."

"Apa? Berani-beraninya?! Apa tidak punya malu?"

Satyo berjalan ke arah ruang makan, langkahnya diikuti Mutia. "Aku akui dia cukup bernyali mengajakku berbicara."

"Acuhkan, dia tidak layak berteman denganmu lagi."

"Lagi ngomongin siapa kok pakai marah-marah?" Romo tiba-tiba muncul dengan bau obat gosok yang menyengat.

"Mboten, Romo. Dalem hanya mengingatkan Satyo supaya tidak dekat-dekat dengan anaknya Haji Syachroni lagi."

"Apa anak itu sudah kembali?"

"Sampun, saya tahunya dari Mbok Darsi yang bekerja di rumah Budhe Siner."

Romo menatap wajah Satyo yang terlihat enggan membahas masa lalu mereka, "dengarkan Mbakyumu, Yo."

"Nggih," Satyo mengangguk pelan, "Romo tidak perlu kuatir." Laki-laki itu mendadak teringat wajah malu-malu Asmaranti ketika disapa oleh Harsya. Apa ada cerita di antara keduanya yang tidak ia ketahui?

"Kamu kenapa malah ngalamun?"

Satyo menoleh ke arah Mutia, "Mbak, apa Harsya kenal dekat dengan Asmaranti?"

Baik Romo maupun Mutia terlihat kaget, "mereka saling kenal?"

Satyo mengangguk, "sepertinya iya."

"Kamu harus jujur sama Asmaranti untuk tidak perlu dekat-dekat dengan laki-laki itu."

"Kalau aku jujur soal Harsya, yang ada Asmaranti tambah menjauh."

"Kamu gimana sama dia? Kalau cocok ya sudah nikahi."

"Tidak semudah itu memutuskan untuk menikah, lagipula aku belum cinta sama dia."

"Memang Ibukmu pas tak nikahi ada perasaan cinta? Rasa itu bisa datang kalau terbiasa, coba kalau tidak cinta masak iya punya anak lima?" Romo benar-benar ingin Satyo segera menyudahi masa lajangnya. Bukan apa-apa, Romo kuatir jika perasaan Satyo terlalu dalam pada Nonik Belanda yang telah meninggalkan Indonesia dalam waktu cukup lama.

Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang