21_Sebuah Kejujuran

3.1K 296 426
                                    

Sabar, saya lagi kena flu, kerjaan juga banyak. Pasti ada postingan setiap minggu, jangan kuatir. Update setelah tiga ratus lima puluh komen. Terima kasih.

..

Asmaranti terbangun dalam dekapan Satyo saat perutnya terasa mulas karena efek datang bulan. Menyingkirkan tangan Satyo, ia mengancingkan baju lantas menurunkan kedua kaki perlahan.

"Duh.., penuh," ia bergerak hati-hati supaya tidak ada darah mengalir di kaki atau meninggalkan jejak di sprei atau lantai. Begitu berhasil sampai di kamar mandi -setelah sebelumnya mengambil keperluannya di kamar Anne, Asmaranti langsung membersihkan diri dan mengganti celana dalam.

"Sepertinya aku harus jauh-jauh darimu, Mas." Ia bergumam sendiri, apa mungkin datang bulan membuat nafsunya ikut naik? Asmaranti mendadak menjadi risih dengan dirinya sendiri. Apalagi dia yang memancing Satyo terlebih dahulu. Rasanya ingin tenggelam saja dari muka bumi ini.

Setelah kurang lebih setengah jam ia membersihkan diri dan merutuki kebodohannya, Asmaranti kembali ke kamar Satyo. Lelaki itu terlihat sangat lelap. "Jam berapa ini?" melihat angka satu di dinding, rasanya terlalu awal ia menyiapkan sahur untuk sang suami. Tapi kalau mau tidur juga takut keblabasan.

Mengambil kaos Satyo yang terjatuh di lantai, diletakkannya di sisi ranjang, lalu Asmaranti kembali merebahkan tubuh di atas kasur. Dalam keheningan, diamatinya wajah Satyo yang terlihat mirip anak kecil dengan bibir setengah terkatup.

Nanti anak kita mirip kamu apa aku?

Membayangkan dirinya mengandung saja sudah membuat Asmaranti merinding, padahal tadi saja dia yang memulai membangunkan singanya Satyo, entah bagaimana nanti setelah lebaran. Asmaranti masih malu untuk membayangkan akan seintim apa ia dengan sang suami.

"Dari mana?"

Asmaranti berkedip ketika melihat Satyo bersuara dengan kedua mata tertutup, "kukira tidur."

"Aku melihatmu keluar kamar tadi," perlahan Satyo membuka kedua mata dengan terpaksa.

"Aku ke kamar mandi, itu-ku sudah penuh."

Satyo menguap lebar, kedua kelopak matanya yang terbuka terasa berat untuk dilebarkan, "sekarang jam berapa?"

"Jam satu," Asmaranti menoleh ke samping untuk bisa memperhatikan setiap lekuk wajah Satyo, "Mas."

"Hm?"

"Kapan kita bisa mengobrol?"

"Kapan saja semaumu," Satyo mengerang pelan.

"Mas Satyo akhir-akhir ini sibuk kerja, waktu kita bicara tidak banyak."

"Kalau malam sebelum tidur kan bisa."

Asmaranti mengubah posisi tidur menghadap Satyo, "kalau sekarang aku ingin mengobrol?"

"Mengobrol soal apa?" Satyo menghela nafas panjang, "jangan buat aku ingin mencumbumu lagi, Mara."

"Orang kok pikirannya jorok terus."

Satyo tersenyum, diselipkan lengan di bawah kepala Asmaranti, "maaf."

"Aku serius."

"Tidak bisakah saat sahur saja membahasnya?"

Asmaranti menggeleng, "Anne akan bangun setelah sahur, aku tidak punya banyak waktu denganmu."

Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang