Siapa yang menunggu book ini update? Part ini cukup panjang, minimal 350 komen untuk lanjut, sanggup? Play Mulmed.
..
"Mar!""Marni!"
"Sumarni!"
Suara lantang Asmaranti menyebabkan Marni yang dilanda kantuk langsung membuka kedua mata, "nggih?" dengan tergopoh ia beranjak dari kursi rotan di belakang rumah untuk berlari menuju sumber suara.
"Marni!"
"Iyo!" Marni mendelik mendapati Asmaranti tersenyum lebar, "ojo mbengak mbengok, aku ora budeg!" untung dia sedang sendirian di rumah.
"Lihat apa yang kubawa!" Asmaranti pamer tebu seikat penuh yang berisi dua puluh batang.
"Heh, dapat dari siapa?"
"Adalah, kamu mau tidak?"
"Ya jelas gelem, Nti." Marni menatap seakan tidak percaya, "kamu nyolong segini banyaknya memang tidak ketauan?"
"Ngawur, aku dikasih bukan nyolong."
"Siapakah gerangan Tuan Baik Hati yang memberimu tebu begini banyaknya?"
"Kamu gak perlu tau," Asmaranti mengendurkan ikatan tebu, "paron ya?"
Marni mengamati betapa cekatan Asmaranti meloloskan sepuluh batang tebu dari ikatan, "kalau kata Simbokku, barang yang tidak jelas dari siapa dan apa peruntukkannya lebih baik tidak diterima."
"Maksudnya?"
"Halal tidak?"
"Halal!" Asmaranti berdecak, "aku hanya minta satu batang dikasih satu ikat."
"Tapi siapa yang ngasih?"
"Manusia," Asmaranti menjawab sekenanya.
"Kenapa harus rahasia kalau manusia?"
"Bukan rahasia, kalaupun aku cerita juga kamu tidak kenal."
"Setidaknya aku tahu nanti kalau ketemu beliau bisa berterima kasih."
"Ya kalau kenal, kalau enggak?"
Marni menepuk punggung Asmaranti dengan tepukan lumayan keras, "sejak kapan kamu main rahasiaan sama aku?"
Asmaranti merintih pelan, "iya iya aku ngaku."
"Sopo?"
"Mas Satyo."
Seketika itu juga kedua mata Marni melebar, "Satyo yang kemarin mbok ceritakan?"
Asmaranti mengangguk, "aku ketemu sama dia tadi pas mau ke rumah Ndoro Koesmiran."
"Kamu mau apa ke rumah Ndoro Koesmiran?"
"Mau nyari Mas Satyo," Asmaranti mengambil satu batang tebu lantas dipotek untuk berbagi dengan Marni.
"Ketemu di mana?"
"Di perkebunan tebulah, ini hasilnya." Asmaranti menggigit ujung tebu lantas disesap. "Enak, Mar."
Marni mengambil duduk di sisi Asmaranti, "apa boleh ngambil yang bukan miliknya?"
"Dia yang nyuruh pekerja sana mengambilkan tebu-tebu itu."
"Tenane?"
Asmaranti mengangguk, "dia menyebalkan, tapi baik juga. Aku dipinjami sapu tangan sama dikasih tebu," sepertinya Asmaranti tidak sadar kalau di balik kacamata riben, ada seseorang yang terkeda dampaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hawa (Perempuan Dalam Pelukan)
Romansa[On going] Perempuan Jawa pada masanya hanya menjadi konco wingking para pria, Asmaranti menolak konsep tersebut meski langkahnya sangat berat menaklukkan hati Satyo yang ternyata telah menambatkan rasa pada wanita di ujung benua Eropa. Akankah Asma...