19. Surabaya, 2012

768 125 9
                                    

"Jika kau ingin bertanya, apa itu luka, apa itu pengorbanan. Tanyakan kepada Arjuna dan Nakula."

-Chandra-

-Chandra-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[•••]

Malam sudah semakin larut, perbincangan antara Gio dan Arjuna terpaksa harus berhenti. Jika diteruskan, maka keduanya bisa-bisa akan mengobrol sampai pagi. Sedangkan Nakula, sudah berpamitan kepada keduanya untuk pergi tidur.

"Aku pamit Jun."

"Hati-hati Mas, terimakasih sudah berkunjung."

"Sama-sama, titip salam untuk Nakula ya. Benar kata kamu, dia anak yang baik. Sama seperti kamu." Arjuna tersenyum mendengar ucapan Gio.

"Terimakasih juga Mas, karena sudah mengantarkan Nakula." Gio mengangguk dan pergi meninggalkan rumah itu.

Arjuna kembali masuk, dilihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Ia mengganti pakaiannya dan membasuh tubuhnya, karena saat menjamu Gio, Arjuna belum sempat membersihkan diri. Ia berjalan ke arah kamar Nakula, dibuka pintu yang terbuat dari kayu itu. Arjuna memandangi wajah damai Nakula yang sudah terlelap. Membelai wajah Nakula, menyingkirkan rambut yang menutupi wajah adiknya.

"Nana inget Mas Gio gak? Dia yang bawa Nana waktu Nana tertabrak mobil di depan cafe tempat Kakak kerja."

Mata Arjuna berkaca-kaca, ia mengingatkan kejadian lalu itu. Kejadian yang tak ingin kembali ia ingat, atau ia ulang. Cukup sekali dan terakhir kalinya, Arjuna melihat tubuh Nakula penuh darah. Bahkan sampai sekarang ia masih mengingat jelas bagaimana, tangannya berlumuran darah karena mendekap tubuh kecil adiknya. Berdoa kepada Tuhan agar ia tidak mengambil satu-satunya harta miliknya. Separuh jiwanya. Dunianya.

[10 tahun lalu]

Surabaya, 2012.

Arjuna mengayuh sepedanya, membelah jalan Surabaya dengan sinar matahari yang menyengat kulitnya. Bocah kecil di boncengannya terlihat melihat ke sana kemari, topi merah menutup kepalanya guna melindungi kepala bocah kecil itu dari terik matahari.

Nakula merengek ingin ikut Arjuna bekerja. Sehabis pulang sekolah adik kecilnya itu sudah menunggunya.

Arjuna sampai di depan cafe memarkir sepedanya di tempat parkir karyawan. Menurunkan Nakula dari boncengan, menggenggam tangan kecil adiknya, dituntunnya ia agar duduk di bangku taman cafe.

"Nana tunggu di sini ya, Kakak kerja dulu."

"Eum."

"Kalau Nana butuh sesuatu panggil Kakak ya? Ngerti?"

"Iya Kakak, Nana ngerti."

"Good. Jangan kemana-mana ya, tunggu sampai kakak selesai."

"Eum," Angguk Nakula yang duduk di salah satu bangku di depan cafe, dengan kaki mungilnya yang menggelantung tidak menyentuh lantai, dan kedua tangannya sibuk memegang gagang permen lollipop yang sedang ia emut. Bola matanya mengikuti arah laju kendaraan mengikutinya sampai jauh dan kembali lagi, berulang kali. Masih dengan seragam sekolah dasarnya, dan tas pororo yang ia gendong.

DANDELION [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang