03. Hari Ayah tanpa Papa, tapi ada kakak.

1.2K 178 9
                                    

"Sebuah buku tidak akan pernah tercoret, kita perlu pena untuk mencoretnya. Apakah coretan itu tentang sebuah tawa atau tangis sekalipun"

 Apakah coretan itu tentang sebuah tawa atau tangis sekalipun"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[•••]

Pagi ini wajah Nakula terlihat masam, sesekali matanya menelisik teman-teman sekitarnya. Nakula bingung apa yang ingin dia tulis di kertas yang baru saja Bu Guru berikan. Bukannya Nakula tidak ingin menulis, hanya saja ia berat dan tidak mampu menuliskan satu kalimat, bahkan satu katapun ia tidak sanggup.

Lain dengan teman-temannya yang bercerita dengan wajah yang berbinar. Nakula hanya bisa memandangi kertas itu dan menaruhnya di meja.

"Kula ndak nulis?" tanya salah satu temannya dan Nakula menjawab dengan gelengan kepala.

"Kenapa?"

"Aku gak tahu mau nulis apa Ji."

"Mau Aji bantu?"

"Gak usah ini kan tugas aku."

"Dia kan gak punya papa, mana bisa Kula nulis hahaha," ejek salah satu anak lain. Hal ini membuat Nakula ingin marah, tapi ia tahan. Kalau Nakula bikin ulah nanti Arjuna yang dipanggil.

"Weeek gak punya papa! Kasihan deh!"

Tidak tahan, Nakula tidak tahan ingin menonjok anak itu, setidaknya badannya jauh lebih besar dari anak itu. Tapi sayang Aji menahan Nakula.

"Jangan nanti aku laporin ke Bu Guru aja."

"Aakkhh!!" Suara teriakan anak-anak yang mengejek Nakula baru saja. Bukan, bukan karena Nakula melawan, tapi ada salah satu anak dengan kulit seputih salju dengan memberanikan diri menendang kaki anak laki-laki yang mengejek Nakula.

"Apa?! Sakit? Mau nangis? Nangis aja! Dasar cengeng! Kalau kamu ganggu Kula lagi, Caessa tendang lagi nih!" Anak laki-laki yang baru saja Ceassa tendang hanya menangis dengan kencang, sampai semua anak di kelas 3A mengerubunginya.

"Dasar cengeng!" ucap Caessa lalu meninggalkan kerumunan itu. Ia melangkah menghampiri kedua sahabatnya Nakula dan Aji, lalu duduk di samping Aji. Aji dan Nakula hanya melongo melihat tindakan yang baru saja Caessa lakukan. Bagaimana jika nanti anak itu mengadu kepada Ibu Guru?

"Kula gak perlu takut, ada Caessa di sini. Kalau gak salah lawan aja."

Baru sebentar Bu Guru tinggal, salah satu siswanya menangis dengan kencang. Bu Guru bertanya kenapa Harri bisa menangis, anak itu bercerita dan menambah-bahi. Tahu begitu tadi Caessa tendang lagi. Dasar julid.

DANDELION [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang