23. Nana kuat kok...

964 119 7
                                    

"Sampai kapanpun tidak akan yang bisa menggantikan yang telah mati"
.
.
.

Nakula berdiri di sebuah gedung berwarna putih, ia masih memandangi pemandangan yang ada di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nakula berdiri di sebuah gedung berwarna putih, ia masih memandangi pemandangan yang ada di depannya. Tempat ini begitu ramai, begitu banyak orang yang berlalu-lalang, bahkan isak tangis menjadi alunan melodi yang khas bersamaan dengan suara sirine yang pernah Nakula dengar. Bau alkohol menyapa penciuman Nakula. Pemuda berparas manis itu memberanikan diri melangkahkan kakinya untuk terus masuk. Memastikan sesuatu yang membuatnya terganggu.

Setelah kejadian saat ia tidak mampu menggerakkan kakinya, ia dengan sengaja dan secara rahasia mencari apa penyebab yang membuat kakinya tidak mampu bergerak. Awalnya Nakula ingin mengira bahwa itu hanya kram biasa, tapi bukan kram yang biasa Nakula rasakan. Sendi-sendinya benar-benar terasakan, otot-ototnya terkadang sering saling menarik.

Ia ingin membuktikan apa yang tertulis dalam artikel itu dengan memastikannya sendiri.

Nakula duduk bersama beberapa orang di bangku tunggu. Menunggu nama mereka disebut satu persatu. Nakula menatap kosong kertas formulir pendaftaran ditangannya. Ia berandai-andai, jika memang benar apa adanya. Apakah ada yang harus Nakula korbankan?

Jujur, Nakula takut. Tangannya bergetar. Sesekali ia mengambil nafas panjang.

"Nakula Putra Dewa." Nakula terkejut saat namanya disebut oleh perawat yang sedari tadi berdiri di depan pintu.

Nakula berjalan dengan berat.

"Saudara Nakula?" Nakula mengangguk saat namanya ditanyakan.

"Silakan masuk."

Nakula membuka pintu kayu yang bercat putih, ia temui seorang dokter muda, yang di mejanya tertulis namnya "Dimas Mahendra Riyadi."

"Silakan duduk." Dokter muda itu mempersilahkan Nakula duduk tepat didepannya.

"Saudara Nakula apa yang anda keluhkan?" Pertanyaan dokter membuat Nakula menceritakan apa saja yang ia rasakan selama ini. Saat kakinya tiba-tiba tidak ingin bergerak, saat syaraf ototnya tidak mau merespon perintahnya. Dokter muda didepannya begitu seksama mendengar setiap kata yang diucapkan Nakula.

"Setelah saya mendengarkan keluhan anda, untuk memastikan bagaimana jika kita lakukan tes lab dulu? Apakah saudara Nakula bersedia?"

Jantung Nakula, berdegup sedikit lebih kencang. Ia takut dengan hasilnya.

"Bagaimana?" Nakula mengangguk.

"Apakah ada wali untuk saudara Nakula? Agar bisa mendampingi?"

"Tidak dokter, saya bisa sendiri. Saya tidak ingin mengganggu jam kerja Kakak saya."

"Baiklah kalau begitu."

Nakula masuk ke sebuah ruangan, ada sebuah alat yang berbentuk kapsul di ruangan itu. Nakula diminta untuk berbaring. Sebuah scanner yang begitu besar. Tubuhnya kini di scan.

DANDELION [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang